Beberapa hari ini, muncul informasi terkait adanya Matahari lockdown. Fenomena Matahari lockdown pun menjadi pembahasan yang ramai di lini masa sosial media kita. Ada banyak spekulasi bahwa fenomena tersebut dapat berakibat pada bencana yang datang bertubi-tubi. Tetapi, prediksi itu meleset. Kali ini Bicara Indonesia akan membahas fenomena Matahari lockdown yang disebut dengan periode solar minimum Matahari. Sekaligus dampaknya pada Bumi, benarkah akan menimbulkan serangkaian bencana alam?
Apa Itu Periode Solar Minimum Matahari?
Tahun ini dunia dihadapi pada solar minimum Matahari. Menurut NASA, solar minimum Matahari terjadi sebagai fenomena biasa yang putaran Matahari bervariasi dari waktu ke waktu mengikuti siklus Matahari 11 tahunan. Di beranda media sosial dan headline pemberitaan ramai tentang solar minimum Matahari yang disebut dengan “Lockdown” Matahari.
Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) membantah jika lockdown Matahari menyebabkan bencana besar bagi bumi. Fenomena ini tidak sampai pada pembekuan hingga pemanasan global ekstrem seperti beberapa abad sebelumnya. Solar minimum sebenarnya terjadi sudah diprediksi sejak 13 Februari lalu.
Matahari saat ini tengah memasuki masa-masa “tenang” setelah melewati periode dahsya. Sudah 100 hari di tahun ini, tidak ada bintik Matahari yang terdeteksi bergejolak dan menghasilkan ledakan magnetik. Matahari akan memasuki periode Dalton Minimum. Nama Dalton sendiri berasal dari John Dalton, seorang meteorologis asal Inggris yang berhasil menemukan fenomena aktivitas minimum pada akhir 1700-an.
Sinar Matahari akan menurun drastis. Medan magnet Matahari melemah dan berakibat pada Bumi. Tidak hanya Bumi, manusia juga akan terdampak dengan adanya Dalton Minimum yang tengah berlangsung. Apa saja itu?
Menurunnya Temperatur Global
Solar minimum Matahari pernah terjadi pada abad ke 17 dan 18. Pada saat itu, Matahari tampak tak bergejolak seperti biasanya selama beberapa siklus 30 tahun. Efeknya temperatur global menurun 1 hingga 2 derajat celcius. Kondisi pada tahun 1815, Dalton Minimum diperparah dengan letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Indonesia, yang turut menyumbang dampak ke pendinginan global.
Sebelumnya, ilmuwan NASA mengkhawatirkan fenomena saat ini dapat memicu Dalton Minimum yang terjadi antara tahun 1790 dan 1830. Kondisi saat itu sangat memprihatinkan, selain suhu dingin dan letusan gunung, manusia dihadapi gagal panen dan kelaparan besar-besaran.
Temperatur saat itu berhasil membuat suhu sangat rendah dan hingga Sungai Thames membeku selama lebih dari 20 tahun. Pada 1816 tercatat salju turun di bulan Juli dan dikenal dengan tahun tanpa adanya musim panas.
Benarkah Menyebabkan Zaman Es?
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, NASA membantah akan adanya “zaman es kecil” dikarenakan penurunan energi Matahari dalam beberapa tahun yang akan datang. Matahari sedang melewatik siklus alaminya. Terkadang Matahari dapat menghasilkan energi dari bintik Matahari yang besar. Kadang juga kecil.
Penurunan tersebut tidak akan mencapai Dalton Minimum seperti yang terjadi pada abad ke-17 dan menyebabkan penurunan suhu ekstrem. Pada abad ke 17 suhu global turun drastis juga diakibatkan karena meletusnya Gunung Tambora.
Menurut Jeff Knight, ilmuwan dari Met Office, Minimum Matahari terakhir terjadi pada 2008 dan 2010, yang mengakibatkan musim dingin lebih dingin dari biasanya di Inggris. Menurut Mather Owens, profesor fisika dari Universitas reading, sejarah beberapa abad yang lalu tidak akan terulang. Kendati solar minimum saat ini diperkirakan lebih buruk daripada tahun-tahun sebelumnya.
Efek ini akan membentuk Grand Solar Minimum dalam beberapa dekade mendatang. Efeknya dapat mendorong perubahan iklim. Meski begitu, perubahan iklim berupa pendinginan ini disinyalir dapat mengimbangin pemansan global akibat manusia.
Pemanasan global yang disebabkan aktivitas tak ramah lingkungan enam kali lebih besar dibanding Grand Solar Minimum dalam beberapa tahun mendatang. Efeknya bagi suhu tidak akan begitu terasa. Para ilmuwan mengatakan, meski Grand Solar Minimum dapat bertahan selama satu abad, suhu global akan terus bertambah hangat akibat emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia.
Menyebabkan Perubahan Magnet Bumi
Matahari lockdown erat kaitannya dengan Grand Solar Minimum. Grand Solar Minimum diprediksi mempengaruhi polarisasi magnet Matahari terhadap bumi. Jumlah titik Matahari atau sunspot memang memiliki jumlah minimum dan maksimum yang bervariasi tergantung siklusnya.
Sunspot dengan medan magnet yang kuat memiliki dua polaritas, yakni bagian bumi utara dan selatan. Pergerakan fluks magentik kutub selama siklus tersebut dapat mengubah polaritas medan magnet kutub Matahari setiap 11 tahun. Kedua daerah kutub tersebut mengendalikan energi angin Matahari dan medan magnet antarplanet.
Saat ini, sunspot terdeteksi sangat rendah. Grand Solar minimum pernah terjadi di beberapa tahun, seperti pada tahun 2008 hingga pertengahan 2009, aktivitas Matahari tampak terus menurut. Pelemahan misterius mdean magnet Bumi diperkirakan oleh ilmuwan dari European Space Agency (ESA) dapat membuat medan magnet Kutub Utara dan Selatan.
Pelemahan ini dikenal dengan South Atlantic Anomaly dan pernah terjadi berkali-kali di Bumi. Pembalikan kutub ini diprediksi tertunda selama 250 ribu tahun. Tetapi, hipotesis ini tidak sepenuhnya diterima oleh semua ilmuwan. Jadi tenang saja. Dampaknya akan tidak terlalu parah.
Bisa Saja Berakibat Buruk Bagi Astronaut
Para astronot yang sedang berada di luar angkasa dapat beresiko tinggi dengan adanya siklus Matahari ini. Pasalnya, selama solar minimum, medan Matahari melemah, dan berakibat pada melemahnya perlindungan dari sinar kosmik. Sinar kosmik dapat berakibat buruk bagi kesehatan para astronaut.
Siklus kali ini diprediksi Matahari melemah cukup dalam dan berpotensi ke grand minimum solar. Fenomena yang terjadi selama 11 tahunan ini dapat melemahkan medan magnet seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya. Fase kali ini ada sekitar 104 hari di mana tidak ada bintik Matahari yang muncul. Kemudian, sepanjang 2019, sekitar 281 hari tanpa bintik Matahari.
Kesimpulan
Fenomena Matahari lockdown yang diperkirakan akan membawa sejumlah bencana global skala besar dianggap tidak tepat. Fenomena tersebut memang akan membawa serangkaian dampak, tetapi bencana seperti gempa dan aktivitas vulkanik tidak dipengaruhi oleh fenomena Matahari lockdown.
Kita tidak memungkiri adanya bahaya sinar kosmik yang berpengaruh pada pembentukan awan. Selain itu, fenomena solar minimum Matahari juga merupakan siklus 11 tahunan. Yang mana, fenomena ini pernah terjadi pada beberapa dekade ke belakang.
Sumber :
- BMKG: Pelemahan Magnet Bumi Imbas Matahari Lockdown – CNN.
- NASA Bantah Matahari Lockdown Akan Sebabkan Berbagai Bencana – Kumparan.
- What Is the Sun’s Role in Climate Change? – NASA.
- NASA: Fenomena Solar Minimum Matahari, Mungkin Berbahaya bagi Astronot – Kompas.
(Diakses 27 Mei 2020)