Halo, bertemu lagi di Bicara Indonesia. Kali ini kita akan membahas sejarah manusia. Manusia diprediksi tidak akan menjadi “manusia” dalam satu abad ke depan. Prediksi ini mengatakan bahwa manusia akan menjadi Homo Deus, manusia yang melampaui manusia itu sendiri. Lalu, benarkah Homo Deus manusia setara Tuhan?
Yuk, kita cari jawabannya bersama-sama. Jangan lupa subscribe channel Youtube Bicara Indonesia untuk informasi seputar sejarah dan sains yang menarik lainnya!
Apa Itu Homo Deus?
Homo Deus merupakan istilah yang baru-baru ini dibuat. Hal ini merujuk pada Yuval Noah Harari yang menulis buku berjudul Homo Deus. Yuval sendiri merupakan sejarawan dan filusuf yang menulis berbagai tulisan tentang sejarah manusia. Homo Deus bermakna Manusia Dewa atau Manusia Tuhan.
Seperti yang diketahui, Homo Sapiens yang memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di Bumi. Homo Sapiens memiliki banyak kelebihan dikarenakan memiliki kesadaran akan “mitos kolektif”. Homo Sapiens mengalami tiga revolusi besar, yakni Revolusi Kognitif, Revolusi Pertanian, dan Revolusi Sains.
Revolusi Kognitif bermula dari 70.000 tahun yang lalu, saat Sapiens muncul di tengah keberadaan spesies Homo yang lain. Lalu, Revolusi Pertanian sekitar 12.000 tahun yang lalu. Dan Revolusi Sains berkisar 500 tahun silam. Sejarah tersebut membentu sejarah manusia yang begitu cepat.
Yuval layaknya menganalisis seberapa jauh manusia akan melompat memiliki kemampuan untuk menggabungkan mitos dengan kecerdasan sains mereka, seperti kecerdasan buatan (Artificial Intellegence) dan rekayasa genetika. Mitos Kolektif, yang dipercaya buah dari Revolusi Kognitif, dimaksud adalah dewa, uang, kesetaraan, dan kebebasan.
Mitos Kolektif merupakan kemunculan fiksi yang dapat mempersatukan manusia. Yuval Noah Harari menjelaskan ambang batas manusia untuk saling berastu yakni 150 individu. Manusia bisa bersatu melampau ambang batas indivisu disebabkan adanya imajinasi yang dibuat dan dipercayai bersama.
Hal itu kemudian menjadi realitas yang dikhayalkan seperti dewa-dewi, bangsa, korporasi, dan ideologi. Realitas yang dikhayalkan berbeda dengan pembohongan. Nilai-nilai yang dikhayalkan tersebut melalui proses untuk menjadi satu nilai yang dapat dipegang oleh banyak manusia.
Untuk itulah, Homo Sapiens atau manusia bijak memiliki kemampuan lebih dibanding Homo Erectus dan Homo lainnya. Manusia dapat menaklukkan spesies lain dan mata rantai kehidupan di muka Bumi.
Bagaimana Homo Deus Muncul?
Homo Deus merupakan peralihan ketika Sapiens (di sini kita menyebutnya manusia karena spesies manusia yang tersisa hanya Homo Sapiens) mengalami perubahan. Perubahan tersebut diakibatkan adanya kecerdasan buatan dan kecerdasan sains yang dipadukan dengan mitos kolektif.
Yuval mengeksplorasi bagaimana nantinya manusia dan kehidupan berubah ketika seleksi alam digantikan kecerdasan sains dan kecerdasan buatan. Homo Deus memadukan semua aspek ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu di dalamnya. Nantinya, manusia diprediksi akan kehilangan makna dan dominasinya.
Banyak hal yang dilakukan manusia untuk “melampaui” manusia. Manusia menciptakan berbagai teknologi yang dapat membuat manusia “sempurna”, dan membuat manusia sebetulnya tidak bermakna. Manusia menyadari bahwa mereka adalah satu-satunya spesies yang mengubah sejarah Bumi. Untuk itulah, sebetulnya manusia tidak membutuhkan makhluk yang lebih tinggi dibanding manusia.
Teknologi ini dapat dicontohkan dengan manusia memiliki permasalahan dengan penyakit-penyakit yang menular dan tidak menular. Argumennya, manusia bisa saja melahirkan ambisi untuk mencapai keabadian dengan teknologi-teknologi yang dibuat.
Sejarah evolusi akan mencatat bahwa manusia merupakan pengolah data, unit informasi. Namun manusia dapat menciptakan mesin pengolah data, dengan alogaritma yang jauh lebih efisien. Meski begitu, kebebasan dan kesetaraan masih menjadi basis manusia yang tidak bisa dipisahkan. Lalu, manusia akan menciptakan imajinasi kolektif yang baru, yakni Dataisme.
Datasime, Agama Baru
Lembah Silikon diprediksi akan menciptakan agama baru, yakni Dataisme. Dataisme digambarkan sebagai agama yang memuja pentingnya Big Data. Big Data membuktikan diri dengan betapa canggihnya informasi dan kekuatan alogaritma yang dapat dibangun. Aliran data tersebut dapat membuka inovasi dan kemajuan kehidupan di Bumi yang manusia tidak lihat pada masa lampau.
Agama Dataisme menimbulkan berbagai perdebatan. Pasalnya, meski Big Data merupakan kekuatan yang sangat besar, apakah Big Data mengajarkan nilai-nilai humanisme?
Manusia tentu memiliki kebutuhan sosial yang sangat besar meski Dataisme digadang-gadang tidak akan jauh dari pengalaman manusia. Bahkan saat ini, kita pasti bertanya-tanya, apa yang dapat dilampaui Big Data dengan interaksi dan nilai-nilai moral yang manusia pahami dan ilhami?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, istilah Homo Deus ini berdasarkan buku yang “meramalkan” masa depan manusia. Homo Deus digadang-gadang sebagai akhir sejarah. Akhir sejarah yang dimaksud adalah pengertian yang jauh lebih luas. Yakni, manusia tampaknya tidak dapat membayangkan dan memprediksi apa yang terjadi pada seabad atau dua abad yang akan datang.
Kesimpulan
Homo Deus merupakan istilah yang baru-baru ini dibuat. Homo Deus bermakna Manusia Super atau Manusia Dewa atau Manusia Tuhan. Pendapat ekstremnya, Homo Deus manusia setara Tuhan. Bahkan ada prediksi agama baru yakni agama Dataisme.
Menarik bukan pembahasan Homo Deus kali ini? Homo Deus sendiri merupakan prediksi akademisi bernama Yuval Noah Harari. Argumen ini tentu bisa saja benar, bisa juga salah, atau ada kemungkinan keduanya. Tentu, masa depan manusia kita sendiri yang membuatnya.
Sumber:
- Sapiens: Riwayat Singkat Manusia – Yuval Noah Harari.
- Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia – Yuval Noah Harari.
- What if people run out of things to do? – Gates Notes.
- How Humankind Could Become Totally Useless – Times.
- The Rise of Dataism: A Threat to Freedom or a Scientific Revolution? – Singularity Hub.
(Diakses pada 6 April 2020)