Semua perempuan itu cantik. Tetapi, masih ada tren kecantikan yang selalu membentuk makna cantik bagi para perempuan. Apa jadinya ya jika standar kecantikan itu dibentuk oleh suatu penyakit? Pada awal abad ke-19, standar kecantikan Eropa akibat TBC mulai merajalela. Pada pertengahan 1800-an TBC atau tuberkulosis menjadi epidemi di Eropa dan Amerika Serikat.
Era itu terjadi saat era Victoria yang sangat ketat mengatur penampilan dan kehidupan di Eropa. Mengapa TBC bisa menjadikan tren fashion berubah di Eropa? Mengapa penyakit tersebut bisa menjadi tren kecantikan Eropa di awal abad-19? Bicara Indonesia akan membahas lengkap sejarah mengerikan tentang standar kecantikan tersebut. Baca sampai tuntas, ya!
Mengapa Penyakit TBC?
Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit yang disebabkan infeksi bakteri. Bakteri tersebut menyerang paru-paru, sekaligus dapat mengubah bagian tubuh lainnya. Bakteri ganas tersebut dapat menyerang tulang belakang pengidapnya. Penderita juga mengalami demam ringan yang membuat pipi dan bibir memerah. Perkembangan penyakitnya dapat mengakibatkan penurunan berat badan jika paru-paru terinfeksi dengan parah.
TBC bukan satu-satunya penyakit yang berbahaya pada masa itu. Ada cacar yang dapat membuat korban cacat dan ditakuti. Kemudian Kolera yang bermukim di daerah kumuh, daerah-daerah miskin dan kotor. TBC banyak menghinggap dalam tubuh orang-orang kaya. Dari situlah standar kecantikan bermula.
TBC yang diidap oleh perempuan kaya membuat mereka terlihat lebih “cantik” karena gejala fisik yang mereka alami. Hal itu dikarenakan penampilan mereka yang “mungil” karena penurunan berat badan, pipi dan bibir yang memerah. Kemudian bersikap lemah juga mengembangkan estetika feminin bagi para perempuan.
Kecantikan Era Victoria
TBC bertanggung jawab atas 25 persen kematian tahunan di Eropa. Meski begitu, kerusakan fisik akibat penyakit tersebut malah membuat tren kecantikan tersendiri bagi para perempuan di sana. Menurut mereka penurunan berat badan yang mengakibatkan tubuh kurus dan lesu, pipi dan bibir memerah, sejalan dengan standar kecantikan di Eropa pada era Victoria.
Perempuan cantik kelas menengah ke atas digambarkan sebagai perempuan yang berbudi baik dan tidak melakukan pekerjaan apapun. Berbeda dengan perempuan kelas pekerja yang lebih berotot dan kulitnya lebih kecoklatan. Perempuan yang cantik dan terhormat pada standar mereka adalah perempuan yang lemah dan rentan, yang kesehatannya lemah. Untuk itu, terkena TBC sering menjadikan status kelas tinggi.
Periode era Victoria menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang rapuh dan sangat dilindungi. Lukisan atau kejadian wanita rapuh dan pucat yang pingsan di sofa adalah pemandangan yang ikonik pada masa itu.
Salah satu potret perempuan dengan standar kecantikan ini adalah Marie Duplessis. Marie diluksi layaknya perempuan yang kurus, lembut, dengan kulit yang sangat pucat. Ia memiliki mata lebar dengan pipi dan bibir yang kemerahan. Padahal, ia menderita penyakit TBC dan meninggal di usia yang menginjak 23 tahun.
Mata yang lebar tersebut termasuk standar bahkan para perempuan Italia menetes kan mata nya dengan nightshade atau belladona untuk melebarkan pupil. Padahal, senyawa dari tumbuhan itu sangat mematikan.
Tren Fesyen yang Berubah Akibat TBC
Saat TBC menyerang, saat itu pula para dokter mencoba untuk mengidentifikasi dari mana asal dari penyakit tersebut. Para dokter mulai mengatakan bahwa pakaian yang dikenakan oleh para perempuan dapat menyebabkan penyakit. Hal itu dikarenakan rok dengan ekor panjang atau hingga menyentuh lantai menyapu kuman dan bakteri dari jalanan, lalu membawanya ke rumah.
Fenomena itu digambar dalam kartun “The Trailing Skirt: Death Loves a Shining Mark” yang menggambarkan seorang pelayan mengibaskan kuman yang berasal dari gaun perempuan dengan latar anak-anak yang lucu. Di belakang pelayan, terlihat sebuah kerangka manusia memegang sabit yang dikenal sebagai simbol kematian.
Tidak hanya gaun, korset ketat digunakan agar perempuan-perempuan tersebut tetap tegak ternyata membuat perempuan menjadi lemah karena kesulitan bernapas. Hal itu memperburuk TBC karena dengan membatasi pergerakan paru-paru dan sirkulasi darah. Akhirnya dibuatlah korset dengan kain elastis agar tidak terlalu menekan punggung dan sirkulasi darah lancar untuk menggantikan korset kaku yang besar.
Kampanye kesehatan masyarakat meluas dengan menargetkan fesyen perempuan yang lebih nyaman digunakan. Akhirnya para perempuan mengganti gaun dengan gaun yang lebih pendek, tidak menggunakan ekor atau menyentuh lantai.
Tren kecantikan Eropa akibat TBC tidak berhenti sampai di situ. Tren tersebut sudah melekat pada perempuan-perempuan di Eropa. Pada saat itu antibiotik belum ditemukan, sehingga berbagai cara penyembuhan TBC dilakukan. Pada tahun 1920-an, para dokter mulai menyarankan untuk berjemur di bawah sinar matahari sebagai salah satu penanganan untuk pasien TBC. Saat itu pula, tren kulit coklat dengan metode berjemur mulai menjamur.
Tidak Hanya Perempuan, Tren Pada Pria Juga Berubah
Pada era Victoria memiliki jenggot lebat dengan kumis yang dibentuk dengan cambang memang merupakan penampilan yang mewah bagi para pria terhormat. Tren ini dimulai dari tentara Inggris yang menumbuhkan rambut wajah agar tetap hangat saat perang pada tahun 1850-an. Di Amerika pisau cukur sulit digunakan apalagi ketika tidak dibersihkan menjadi berbahaya.
Tahun 1900-an, para dokter menyarankan agar mencukur kumis karena rambut tersebut merupakan sarang bakteri dan kuman yang berbahaya. Penyakit menular bisa disebabkan karena kumis dan jenggot yang tidak bersih. Tren itu dimulai di Amerika Serikat oleh ahli bedah dan dokter, yang mengadopsi penampilan bersih tanpa kumis dan jenggot agar lebih higienis dan tidak mengganggu saat merawat pasien.
Kesimpulan
Itulah tren kecantikan Eropa era Victoria akibat TBC yang merebak pada awal abad ke-19. Penyakit ternyata memang membentuk sejarah yang bermacam-macam, hingga membentuk tren kecantikan dan mengubah fesyen atau penampilan sehari-hari perempuan Eropa. Pada era Victorian tersebut perempuan dengan tampilan fisik berpenyakit membuat mereka terlihat feminin dan meromantisasi standar kecantikan tersebut.
Tidak sampai di situ, sunbathing atau berjemur yang menjadikan kulit cokelat juga menjadi tren pada 1920-an. Berjemur merupakan salah satu penanganan bagi para pasien penderita TBC, agar vitamin D dapat masuk tubuh.
Sumber :
- Tuberculosis Became the Victorian Standard of Beauty – History Collection.
- How Tuberculosis Shaped Victorian Fashion – Smithsonian Magazine.
(Diakses 18 Juni 2020)