lmuwan muslim penemu teori astronomi – Apa yang ada di pikiran sahabat Bicara ketika mendengar kata teori astronomi? Pastinya kita akan langsung berpikiran tentang para ilmuwan hebat yang telah berhasil mengungkapkan hal yang terlihat cukup mustahil.
Namun, pernahkah sahabat Bicara mengenal sosok ilmuwan muslim penemu teori astronomi pada zaman dahulu?
Mungkin, kebanyakan dari kita telah sering mendengar tentang dua astronaut yang telah berani bersumpah dan menyatakan dengan tegas bahwa bentuk Bumi itu memang bulat.
Mereka adalah Dr. Sheikh Muszaphar yang berasal dari Malaysia dan Hazza Al Mansour yang berasal dari Uni Emirat Arab.
Akan tetapi, sebenarnya sejak belasan abad silam, para ilmuwan muslim juga telah melakukan penelitian yang sama-sama mempunyai dampak baik bagi kelangsungan hidup di Bumi.
Misalnya saja seperti penemuan jumlah hari yang ada dalam waktu satu tahun dan juga perhitungan terhadap kemiringan dari poros planet Bumi. Siapa saja ya 5 ilmuwan muslim penemu teori astronomi? Yuk, disimak!
1. Abū Ishāq Ibrāhīm Ibn Yahya Al-Zarqālī, Ilmuwan Muslim Penemu Teori Astronomi yang Dikenal sebagai Ahli Ilmu Falak yang Paling Unggul di Masanya
Ilmuwan muslim penemu teori astronomi yang pertama adalah Abū Ishāq Ibrāhīm ibn Yahya al-Zarqālī. Ia juga akrab dikenal dengan nama Azarquiel saat berada di Andalusia dan Itali. Selain itu, saat berada di wilayah Eropa Latin, ia sering kali dikenal sebagai Arzachel.
Ia merupakan seorang sarjana sains Islam yang telah hidup sejak tahun 1028 sampai dengan 1087 Masehi. Ia hidup pada saat kerajaan Islam Andalusia telah tercerai berai dan sedang berada dalam masa keruntuhan disebabkan karena tentara Kristian.
Al-Zarqali merupakan salah seorang muslim yang menjadi pembuat peralatan logam, ahli nujum, dan juga seorang ahli falak paling unggul pada masanya.
Berawal dari keahliannya sebagai tukang logam, ia diberi nama Al-Nekkach yang mempunyai arti “pengukir logam”.
Ilmuwan muslim penemu teori astronomi ini dilahirkan dari keluarga Visigoth yang memeluk agama Islam. Ia berasal dari suatu kampung yang berdekatan dengan wilayah Toledo yang pada masa itu merupakan salah satu ibu negeri terkemuka.
Dalam wilayah tersebut telah dikenal mempunyai hubungan baik antara penduduk Kristian dan Muslim. Al-Zarqali merupakan salah seorang yang sangat mahir dalam ilmu falak dan geometri.
Hal tersebut dibuktikan dengan namanya yang telah dikenal sebagai ahli falak terunggul pada zaman itu. Selain itu, ia juga telah menciptakan berbagai macam karya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard yang berasal dari Cremona.
Berbagai macam karya yang telah ia ciptakan itu pun telah membuat generasi ahli falak Islam di Al-Andalus banyak mendapatkan banyak inspirasi.
Pada tahun 1085 Masehi wilayah Toledo mengalami perampasan besar-besaran. Hal tersebut membuat Al-Zarqali yang sudah berumur terpaksa melarikan diri ke wilayah Cordoba yang ada di Spanyol.
2. Abul Wáfa al-Buzhgani, Ilmuwan yang Sejak Kecil Sudah Tertarik dengan Ilmu Alam
Ilmuwan muslim penemu teori astronomi selanjutnya ini merupakan seorang multitalenta yang ahli dalam berbagai bidang. Abul Wáfa al-Buzhgani yang lahir pada tahun 940 Masehi di sekitar wilayah Buzjan, Nishapur, Persia.
Seorang astronom sekaligus ahli matematika Persia ini bekerja di Baghdad. Selain itu, ia juga ahli dalam bidang geometri dan insinyur.
Astronom dengan nama lengkap Abū al-Wafāʾ Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail Buzjani ini telah berhasil membuat sebuah inovasi penting dalam sejarah matematika.
Hal ini disebabkan karena ia telah berhasil menciptakan inovasi dalam trigonometri bola dan juga hasil karyanya tentang aritmatika.
Karya tersebut ia tujukan kepada para pengusaha yang berisikan tentang contoh pertama penggunaan angka negative dalam teks Islam pada abad pertengahan.
Abū al-Wafāʾ merupakan seorang astronom yang telah memfokuskan diri selama bertahun-tahun untuk melakukan pengamatan terhadap bulan. Ia berfokus untuk mengamati dan juga mempelajari perbedaan pergerakan bulan setiap saat.
Tepat pada tahun 959 Masehi, ia memutuskan untuk pindah ke Baghdad guna mengembangkan ilmu dan wawasannya. Ternyata, bersamaan dengan hal tersebut kerajaan tengah membangun sebuah bangunan di dekat taman Kota Baghdad.
Bangunan tersebut kita kenal dengan nama observatorium. Observatorium sendiri merupakan suatu bangunan yang biasanya digunakan untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai bintang dan juga objek langit lain yang ada di jagat raya.
Pada masa itu, bangunan tersebut diklaim sebagai observatorium pertama yang pernah ada di dunia.
Diberikan Tanggung Jawab untuk Memimpin Sebuah Observatorium
Akhirnya, Abū al-Wafāʾ pun ditunjuk dan diberikan amanah untuk memimpin jalannya penelitian yang ada di observatorium itu. Mereka memulai dengan melakukan peneropongan terhadap jagat raya.
Hasil peneropongan yang didapatkan dari observatorium ini dinilai sangat akurat dan analisisnya diakui kebenarannya oleh para ilmuwan.
Salah satu analisis yang terkenal adalah tentang penentuan waktu terbit dan terbenamnya Matahari, melencengnya Bumi dari garis akliptikanya, dan juga perkiraan panjangnya setiap musim yang ada.
Bagi kebanyakan orang, mungkin akan mengenal sosok dari Abū al-Wafāʾ adalah seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidang matematika.
Hal ini disebabkan karena ternyata Abū al-Wafā merupakan orang pertama yang memperkenalkan istilah-istilah dalam matematika. Beberapa di antaranya seperti sinus, cosinus, dan tangen.
Oleh karena itu, nama dari Abū al-Wafāʾ pun diabadikan pada salah satu kawah yang ada di Bulan. Kawah yang dikenal dengan nama Abul Wafa crater ini terletak di dekat khatulistiwa bulan yang berada pada sisi jauh dari Bulan.
3. Al-Battani, Ilmuwan Muslim Penemu Teori Astronomi tentang Posisi Bintang dalam Tata Surya
Ilmuwan muslim penemu teori astronomi selanjutnya adalah Al-Battani. Ilmuwan dengan nama lengkap Abū ʿAbd Allāh Muḥammad ibn Jābir ibn Sinān al-Raqqī al-Ḥarrānī aṣ-Ṣābiʾ al-Battānī ini merupakan seorang ahli matematika dan astronom Arab.
Ia dilahirkan di wilayah Harran yang berdekatan dengan Urfa yang ada di Mesopotamia Atas. Wilayah tersebut kini kita kenal dengan nama Turki.
Salah satu karya terbesar dan populer dari Al-Battani dikenal dengan nama Kitab Al-Zij yang telah diterjemahkan dalam bahasa Latin pada abad ke-12. Karya ini dikenal dengan judul De Motu Stellarum atau De Scientia Stellarum.
Berkat penemuan dari ilmuwan ini, kini kita bisa mengetahui bahwa dalam satu tahun terdapat 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Penemuannya dianggap telah mendekati kata sempurna atau bisa dibilang mempunyai keakuratan yang cukup baik.
Bahkan, penemuan tersebut pernah digunakan oleh seorang matematikawan asal Jerman bernama Christopher Clavius. Christopher menggunakan penemuannya untuk memperbaiki kalender Julian.
Penganut dan Penyempurna Teori Ptolomeus
Ilmuwan yang lahir pada tahun 858 Masehi ini sering disebut oleh orang Eropa dengan sebutan Albategnius. Ia lahir dari keluarga yang merupakan penganut sekte sabian yang mana ternyata ayahnya merupakan seorang ilmuwan astronomi, Jabir Ibn San’an Al-Battani.
Sekte sabian sendiri merupakan salah satu sekte yang melakukan ritual untuk menyembah terhadap bintang. Namun, ternyata Al-Battani tidak mengikuti jejak nenek moyangnya dan membuat jalurnya sendiri yaitu memeluk agama Islam.
Sejak kecil, ia sudah memperlihatkan ketertarikannya terhadap bidang keilmuan yang sedang dikerjakan oleh ayahnya. Hal tersebut membuatnya memilih untuk berfokus menekuni bidang astronomi khususnya pada benda-benda yang ada di langit.
Setelah itu, Al Battani kecil ikut bersama keluarganya untuk pindah ke Raqqah. Pada tempat baru inilah, ia mulai fokus untuk mempelajari berbagai hal seputar bidang astronomi.
Dimulai dari melakukan berbagai macam penelitian sampai dengan berhasil menciptakan penemuan inovasi yang sangat bermanfaat.
Meskipun demikian, ternyata tidak terdapat data yang jelas mengenai perjalanan pendidikan formal yang ditempuh oleh Al-Battani. Mulai dari tempat belajar dan juga siapa yang mengajarinya, semuanya tidak pernah terungkap secara jelas ke publik.
Hal ini dibuktikan dengan penjelasan yang ada di liteatur bahwa Al-Battani semasa muda belajar di Raqqah. Di tempat itulah dia fokus untuk belajar mengenai astronomi, misalnya seperti teks-teks kuno khususnya yang merupakan karya dari Ptolomeus.
Bidang yang Membuatnya Terkenal
Bidang inilah yang menyebabkan ia tidak hanya dikenal di kalangan umat muslim, tetapi juga di berbagai belahan dunia. Selain itu, diketahui fakta bahwa Al-Battani ternyata juga terpikat dengan teori kosmologi geosentris yang pertama kali berkembang di Yunani.
Padahal, ia merupakan penganut teori kosmologi geosentris Ptolomeus. Akan tetapi, data obervasi yang dihasilkan oleh Al-Battani ternyata mempunyai andil yang besar bagi Nicholas Copernicus guna mengembangkan teori kosmologi heliosentrisnya.
Hal tersebut turut mempelopori terbentuknya revolusi sains yang terjadi pada abad ke-16 dan 17.
Salah satu ilmuwan muslim penemu teori astronomi ini juga sama seperti astronom Arab pada umumnya. Al-Battani juga mengikuti tulisan-tulisan Ptolomeus dan mengabdikan dirinya untuk berfokus pada pengembangan hasil karya Ptolomeus, The Almagest.
Pada saat mempelajari hal inilah yang menyebabkan Al-Battani berhasil menemukan penemuan hebat, yaitu titik Aphelium. Dalam hal ini titik Aphelium merupakan titik terjauh planet Bumi saat mengitari Matahari setiap tahunnya.
Al-Battani menemukan fakta bahwa ternyata posisi diameter semu dari Matahari tidak lagi berada pada posisi yang telah dikemukakan oleh Ptolomeus sebelumnya.
Hal ini membuat banyak orang terkejut saat mengetahui bahwa ternyata teori yang pernah disampaikan oleh Ptolomeus sangat berbeda dengan fakta yang sebenarnya.
Meskipun demikian, ternyata Al-Battani dan astronom penganut Ptolomeus lainnya tidak bisa mengungkapkan penjelasan di balik perbedaan tersebut.
Seorang ilmuwan, Joseph A. Angelo berspekulasi bahwa Al-Battani telah berhasil memperbaiki tatanan dari sistem tata surya dan mengembangkan teori Ptolomeus dalam buku The Almagest menjadi lebih baik dan akurat.
4. Muhammad Taragai Ulugh Beg, Ilmuwan Muslim Penemu Teori Astronomi yang menjadi Pembongkar Rahasia Langit Gagal Berpolitik
Kebanyakan dari kita mungkin tak asing lagi dengan sosok Ulugh Beg, ia merupakan salah satu ilmuwan Islam yang berjasa di cabang ilmu astronomi dan matematika.
Ilmuwan muslim dengan nama lengkap Muhammad Taragai Ulugh Beg ini telah hidup sejak abad 14 di sekitar wilayah Samarkand, Uzbekistan.
Ia telah berhasil “membongkar” rahasia langit dan berhasil membentuk beberapa tabel yang sekarang sering digunakan pada cabang ilmu Matematika.
Karya terkenal dan gemilangnya yang berhubungan dengan ilmu astronomi dikenal dengan nama geometri bola dan trigonometri.
Hal hebat lain dari ilmuwan muslim ini yaitu kemahirannya yang dapat berbicara dalam lima bahasa, yaitu Persia, Mongolia, Turki, Arab, dan beberapa bahasa Cina.
Keberhasilan Ulugh Beg saat “membongkar” rahasia langit ternyata tidak berbanding lurus dengan keberhasilannya di bidang pemerintahan.
Selama masa pemerintahannya, ia telah mengalami banyak kegagalan untuk membangun otoritas dan kekuasaan yang telah ia miliki. Hal ini akhirnya berdampak pada banyaknya penguasa lain, tak terkecuali keluarganya sendiri mulai berkhianat padanya.
Mereka mengambil keuntungan dari kurangnya kendali dan fokus dari Ulugh Beg dan mulai menggulingkannya. Bahkan, mereka juga membunuhnya dengan sangat tidak manusiawi. Lalu, seperti apa latar belakang kehidupan dari Ulugh Beg?
Perjalanan Hidup dari Seorang Ulugh Beg
Ulugh Beg dilahirkan di wilayah Sultaniyeh, Persia yang kini kita kenal dengan sebutan Iran pada tahun 1934. Ternyata, ia juga mempunyai nama kecil, yaitu kecil Mirza Mohammad Taregh bin Shahrukh.
Salah satu ilmuwan muslim penemu teori astronomi ini merupakan cucu dari Amir Timur atau juga dikenal dengan sebutan Timur Leng. Ia merupakan pendiri kekaisaran Timurid yang berada di wilayah Asia Tengah.
Ia dilahirkan dari pasangan seorang pria dari suku Transoxiana atau yang kini dikenal dengan nama Uzbekistan, Shah Rukh dan wanita bangsawan Goharshad dari Persia, Gawhar Shad.
Sejak kecil, Ulugh Beg sering kali ikut bersama kakeknya untuk mengembara dengan tujuan memperluas wilayah kekuasaan mereka sampai dengan India dan Timur Tengah.
Ketika berumur 16 tahun, tepatnya pada tahun 1410, Ulugh Beg diberikan tanggung jawab untuk menjadi gubernur di Samarkand.
Selang waktu satu tahun, ia telah menjadi penguasa penuh seluruh Mavarannahr yang wilayah di dalamnya meliputi Tajikistan, Uzbekistan, dan sebagian dari Kazakhstan.
Meskipun telah mempunyai kekuasaan di bidang pemerintahan, ternyata Ulugh Beg lebih tertarik belajar dan berfokus untuk mendalami ilmu pengetahuan. Nantinya, ilmu tersebut akan diajarkan kepada para penduduk di Samarkand.
Pada akhirnya, ia berhasil membuat kota Samarkand yang cukup tertinggal menjadi sebuah pusat intelektual bagi kerajaan-kerajaan.
Selanjutnya, pada tahun 1417 sampai dengan 1420 ia juga berhasil membangun sebuah madrasah atau yang sekarang dikenal dengan nama universitas.
Dalam madrasah tersebut telah berhasil melahirkan para astronom dan matematikawan Islam yang mempunyai andil besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan di dunia.
Bahkan, ternyata sisa-sisa bangunan madrasah itu pun masih ada dan bisa dilihat sampai sekarang. Madrasah itu berlokasi di sekitar wilayah Registan Square yang kini dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan kebudayaan Samarkand.
5. Abdel Rahman Al-Sufi, Ilmuwan Muslim Penemu Teori Astronomi tentang Keadaan Bulan dan Galaksi
Ilmuwan muslim penemu teori astronomi selanjutnya ini mempunyai kontribusi besar bagi kemajuan di bidang astronomi, Abdel Rahman Al-Sufi.
Selain itu, ia juga dikenal dengan berbagai nama seperti Abdurrahman Sufi, Abd al-Rahman Abu al-Husayn, dan Abdul Rahman Sufi serta Abd ar-Rahman as-Sufi.
Ilmuwan yang secara historis di Barat dikenal dengan nama Azophi dan Azophi Arabus ini lahir pada tanggal 7 Desember 903 di wilayah Rey, Iran. Uniknya, namanya ternyata diabadikan pada sebuah kawah di bulan, Azophi dan planet kecil bernama Alsufi.
Abd al-Rahman al-Sufi juga menjadi salah satu dari Sembilan astronom Muslim terkenal pada masa itu. Pada namanya sendiri telah menyiratkan bahwa ia berasal dari latar belakang agama Islam Sufi.
Kehidupan Seorang Al-Sufi
Ia bertempat tinggal di istana Emir Adud ad-Daula yang berada di wilayah Isfahan, Persia. Pekerjaan sehari-harinya biasanya memperluas dan menerjemahkan karya astronomi Yunani, khususnya yang Maha Agung dari Ptolemeus.
Ia juga menyumbangkan beberapa koreksi untuk daftar bintang Ptolemy dan juga membuat perkiraan kecerahan dan besarnya sendiri.
Namun, hal ini sering dianggap menyimpang dari yang ada pada karya Ptolemy, kira-kira hanya sekitar 55% besaran Al-Sufi yang mempunyai kemiripan dengan Ptolemy.
Ia merupakan kontributor utama dalam hal penerjemahan astronomi Helenistik ke dalam bahasa Arab yang berkedudukan di wilayah Aleksandria, Mesir.
Ia juga menjadi orang pertama yang melakukan percobaan guna menghubungkan bahasa Yunani dengan nama bintang-bintang dan konstelasi tradisional Arab.
Padahal, kedua hal tersebut jelas-jelas sangat berbeda dan tidak berhubungan sama sekali, terkecuali dihubungkan dengan cara yang rumit. Awalnya, Al-Sufi melakukan pengamatannya pada garis lintang dengan sudut 32,7 ° yang berada di wilayah Isfahan.
Ia berhasil mengidentifikasi keberadaan Awan Magellan Besar yang terlihat dari Yaman bukan dari Ishafan. Hal tersebut tidak dapat dilihat oleh orang Eropa sampai dengan pelayaran Magellan yang terjadi pada abad ke-16.
Selain itu, ia juga membuat pengamatan pertama kali tentang Galaksi Andromeda yang terjadi pada 964 Masehi yang digambarkan dengaawan kecil. Galaksi ini adalah galaksi pertama selain Galaksi Bimasakti yang dapat diamati dari planet Bumi.
Penerbitan Karya Al-Sufi
Kemudian, Al-Sufi menerbitkan karyanya dalam bentuk kitab dengan nama Kitab al-Kawatib al-Thabit al-Musawwar atau juga akrab dikenal dengan nama Kitab Bintang Tetap. Penerbitan itu terjadi pada tahun 964 Masehi.
Setelah itu ia mendedikasikannya untuk Adud al-Dawal yang menjadi penguasa Buwayhid pada saat ini.
Dalam buku tersebut dijelaskan tentang empat puluh delapan rasi bintang dan juga bintang-bintang yang menyusunnya. Al-Sufi membandingkan bintang dan konstelasi Yunani serta Arab guna membuat kesamaan antara satu sama lain.
Ia juga menyertakan dua ilustrasi pada setiap konstelasi. Ilustrasi pertama menunjukkan orientasi bintang dari perspektif luar bola langit, sedangkan ilustrasi yang kedua menunjukkan perspektif saat memandang langit sambil berdiri di planet Bumi.
Selain itu, ia juga memisahkan konstelasi menjadi tiga kelompok bagian, yaitu dua puluh satu konstelasi utara, dua belas konstelasi zodiac, dan yang terakhir ada lima belas konstelasi selatan.
Pada masing-masing dari empat puluh delapan rasi bintang ini, Al-Sufi memberikan bagian bintang yang di dalamnya terdapat semua bintang yang membentuk rasi bintang itu sendiri.
Pada setiap bagian bintang itu memberikan nama dan nomor dari masing-masing bintang yang ada di dalam konstelasi.
Selain itu, bintang itu juga memberikan koordinat longitudinal dan lintangnya, kecerahan atau besaran pada setiap bintang, dan yang terakhir tentang lokasinya yang berada di udara atau selatan ekliptika.
Kesimpulan :
Berbagai penemuan yang ada di bidang astronomi memang selalu menyimpan misteri dan teka-teki unik di dalamnya. Entah itu dari penemuan yang telah diciptakan ataupun pada ilmuwan yang menciptakan penemuan tersebut.
Misalnya saja seperti ilmuwan muslim penemu teori astronomi ini. Banyak dari kita mungkin belum tahu terkait dengan siapa mereka, apa karya inovasi mereka, dan juga kontribusi apa saja yang telah mereka berikan kepada perkembangan ilmu astronomi.
Dimulai dari ilmuwan yang menjadi ahli ilmu falak paling unggul pada masanya dan juga ada ilmuwan muslim yang menjadi penemu terkait dengan posisi bintang dalam sistem tata surya.
Selain itu, terdapat juga ilmuwan muslim yang berhasil meneliti terkait dengan keadaan bulan dan galaksi yang ada di alam semesta. Menarik sekali ya? Kalau kalian suka dengan topik seputar sejarah ilmuwan, kunjungi terus Bicara Indonesia ya!
Sumber :
- Abu Ishaq Ibrahim Ibn Yahya Al-Zarqali – Wikipedia
- Abu al-Wafa ‘Buzjani – Wikipedia
- Abul Wafa Sang Pimpinan Observatorium Kota Baghdad – Kafe Astronomi
- Al-Battani, Astronom Muslim Penentu Jumlah Hari – Tirto
- Astronom Islam Ulugh Beg, ‘Pembongkar’ Rahasia Langit yang Gagal Berpolitik – Detik
- Abd al-Rahman al-Sufi – Wikipedia