Tahun 2009 lalu, semestinya bumi kita diterpa Carrington Event, sesuai jadwalnya yang 150 tahun sekali. Akan tetapi kita lolos dari fenomena alam itu dan masih aman sampai sekarang. Tapi betulkah kita selamat?
Carrington Event
Malam itu, suatu hari pada bulan September 1859, langit di sebagian daerah pegunungan di Amerika Utara mendadak begitu terang. Orang-orang mulai terbangun dari tidurnya, menyangka hari sudah pagi. Nyatanya, hari bahkan belum lewat tengah malam.
Apa yang terjadi?
Aurora, yang biasanya hanya terlihat di kutub, selama 1-2 September 1859 itu terlihat di seluruh dunia, hingga ke Karibia, Kolombia, Jepang dan China bagian selatan.
Sistem telegraf di seluruh Eropa dan Amerika Utara mengalami kegagalan. Beberapa malah melaporkan operator telegrafnya menyetrum, memercikkan api, terbakar, bahkan terlempar ke seberang ruangan.
Saat itu badai matahari terbesar dalam sejarah terjadi. Richard Carrington berhasil mendokumentasikan peristiwa tersebut hingga badai matahari yang sempat menggemparkan dunia itu dinamai Carrington Event.
Singkatnya, badai matahari adalah suatu fenomena alam yang termasuk space weather atau cuaca luar angkasa.
Fenomena yang juga dikenal sebagai badai geomagnetik ini terjadi karena coronal mass ejection (CME) atau semburan energi yang sangat kuat dari atmosfer matahari yang disebut korona.
CME kemudian berinteraksi dengan medan magnet yang melapisi bumi, menghasilkan aurora yang sangat indah yang bisa disaksikan di seluruh dunia.
Semburan ini dapat melepaskan miliaran ton material hingga ke luar angkasa dengan kecepatan tinggi, biasanya ke arah bumi.
Semburan ini bisa mencapai bumi dalam waktu beberapa hari hingga 15-17 jam saja. Carrington Event terjadi karena CME yang terjadi adalah CME yang terbesar yang pernah tercatat.
Badai matahari yang terlewat 150 tahun
Banyak organisasi yang memantau aktivitas matahari di seluruh dunia, mereka memetakan sunspot (bintik matahari), letusan lava, lidah api, dan CME.
The National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) bersama NASA adalah dua organisasi yang terus mengawasi aktivitas matahari. Mereka mempersiapkan CME besar yang mungkin terjadi sewaktu-waktu.
Sebetulnya bumi kita senantiasa terpapar beragam bentuk cuaca luar angkasa, salah satunya semburan ini. Akan tetapi magnetosfer alami bumi menangkalnya dan kita tetap aman.
Badai matahari yang seharusnya terjadi bertahun-tahun lalu mungkin tidak sebesar peristiwa tahun 1859 lalu, atau mungkin juga berhasil ditangkal oleh magnetosfer bumi.
Tapi meskipun telah terlewat dari jadwal, bagaimana jika sewaktu-waktu Carrington Event terjadi lagi?
Jika Carrington Event terjadi lagi…
Ambil contoh yang terjadi pada Carrington Event dulu. Sistem telegraf tidak bekerja dan telekomunikasi terpengaruh. Kemudian tahun 1989, Quebec pernah terkena CME yang cukup besar yang membuat listrik seluruh provinsi mati selama 9 jam.
Jaringan listrik Hydro-Quebec mati seluruhnya hanya dalam waktu satu menit, mengakibatkan jutaan orang kedinginan di tengah musim dingin.
Bandingkan dengan zaman modern ini. Masyarakat kita sangat bergantung pada jaringan listrik dan komunikasi radio, sehingga kita sangat rentan akan akibat Carrington Event yang mematikan.
Dengan sekitar 80 persen orang di dunia yang bergantung pada listrik, CME yang sebesar Carrington Event akan sangat merusak.
Sistem perairan yang bergantung pada jaringan listrik akan rusak, sistem komunikasi dan transportasi akan lumpuh, akibatnya suplai makanan dan obat-obatan akan terhambat.
Pemerintahan dan sistem perbankan tidak bisa berfungsi dengan baik. Belum lagi risiko radiasi dan kerusakan satelit yang tidak terlindung oleh magnetosfer bumi.
Meskipun kita terus mengawasi cuaca ini dengan seksama, kita tidak bisa tahu seberapa besar sebuah CME hingga 30 menit hingga satu jam sebelum CME mengenai bumi. Jadi, yang bisa kita lakukan hanya mempersiapkan diri untuk kejadian yang sebenarnya.
Yaitu, sebisa mungkin lepas dari ketergantungan pada listrik. Rasanya memang tidak mungkin lepas dari sumber energi yang di zaman ini begitu lekat dengan keseharian kita. Akan tetapi memiliki rencana cadangan tetap perlu.
Dengan matinya sumber listrik, kita tentu harus mampu menyuling air dan menjaga suplai air bersih. Selain itu kita juga harus memiliki generator atau sumber energi alternatif seperti panel surya atau pembangkit listrik tenaga angin.
Nah, di saat-saat seperti inilah sumber listrik individual dan terdesentralisasi yang mulai diproduksi oleh perusahaan seperti Tesla akan sangat berguna.
Ramalan aktivitas matahari selanjutnya
Riset yang sedang berlangsung saat ini mungkin dapat menemukan metode baru yang bisa memprediksi aktivitas matahari. Dilansir oleh NASA, aktivitas matahari biasanya mengalami peningkatan dan penurunan dalam siklus 11 tahun.
Ramalah untuk siklus matahari yang berikutnya mengatakan bahwa akan ada pelemahan dalam 200 tahun terakhir.
Sedangkan maksimum siklus selanjutnya, yang diukur dalam angka sunspot sebagai standar pengukuran level aktivitas matahari, akan menjadi 30-50 persen lebih rendah dari level saat ini.
Hasil menunjukkan bahwa siklus selanjutnya akan dimulai tahun 2020 dan mencapai maksimumnya pada tahun 2025.
Jadi apakah kita selamat? Tidak ada yang tahu.
Kesimpulan
Bumi seharusnya mengalami Carrington Event pada 2009, badai matahari yang pernah terjadi tahun 1859 dan menurut jadwal terjadi setiap 150 tahun sekali. Akan tetapi Carrington Event belum terjadi. Setidaknya sampai saat ini.
Aktivitas matahari terus diawasi dengan seksama untuk setidaknya memberikan peringatan bagi kita jika CME yang sama terjadi lagi. Begitu juga dengan persiapan yang perlu kita lakukan untuk menanggulangi efek terganggunya sumber listrik besar-besaran.
Nah, sembari berdoa agar bumi tetap selamat dari bencana alam superbesar, yuk, baca juga artikel lainnya yang tidak kalah menarik seputar astronomi hanya di Bicara Indonesia!
Sumber:
- We’re Overdue For The 150-year Carrington Event – Gaia
- A Different Kind of World-Changing Disaster: Another Carrington Event – Astrobites
- September 1859 geomagnetic storm – Wikipedia
- Solar Activity Forecast for Next Decade Favorable for Exploration – NASA