Bagaimana Peradaban Kuno Mempelajari Astronomi

Ketertarikan umat manusia pada astronomi telah dimulai sejak kebudayaan kuno. Kekaguman pada benda-benda langit yang indah seperti bintang-bintang, planet, bulan, dan matahari pun sudah berkembang selama berabad-abad. Bahkan dengan segala keterbatasan yang ada dahulu, manusia tetap ingin mengetahui apa yang ada di langit, dari pada sekadar menikmati pemandangannya saja.

Mulai dari mengamati langit dengan mata telanjang hingga akhirnya berhasil menemukan alat-alat yang membantu pengamatan seperti teleskop, astronomi terbentuk menjadi ilmu yang terus kita pelajari hari ini.

Awal mula astronomi

Merunut sejarahnya, astronomi adalah ilmu pengetahuan alam tertua dengan asal muasalnya dari kepercayaan-kepercayaan religius, mitologi, kosmologi, dan lain sebagainya. Dahulu, kebudayaan kuno menganggap benda-benda langit sebagai dewa-dewi dan roh. Mereka menghubungkan ini dengan peristiwa alam seperti hujan, kemarau, musim, serta pasang surut air.

Maka dipercaya dulu astronom berasal dari kalangan pendeta. Mereka menganggap benda-benda langit dan peristiwa-peristiwa alam sebagai perwujudan dari ilmu sihir. Dari sanalah astronomi mulai terbentuk, bersamaan dengan terbentuknya astrologi.

Kebudayaan kuno yang membentuk astronomi saat ini

Ada beberapa kebudayaan kuno yang kontribusinya membentuk astronomi menjadi astronomi yang kita ketahui di zaman modern ini.

1. Yunani

Jika bicara tentang astronomi, peradaban atau kebudayaan yang pertama terlintas pastilah Yunani. Kebudayaan tersebut terkenal sebagai pelopor dalam ilmu ini. Nama-nama yang memformulasikan teori, membuat persamaan matematika, dan meneliti alam semesta secara sederhana, berasal dari Yunani.

Salah satu cendikiawan Yunani yang terkenal adalah Eratosthenes, yang terkenal karena terobosan-terobosannya di bidang astronomi. Kontribusinya yang paling penting adalah perhitungannya tentang lingkar bumi.

Metode-yang-digunakan-Eratosthenes-untuk-menghitung-lingkar-bumi
Metode yang digunakan Eratosthenes untuk menghitung lingkar bumi. (Wikipedia)

Eratosthenes melakukannya dengan cara berjalan berkilometer-kilometer jauhnya untuk mengamati perbedaan panjang bayangan di lokasi yang berbeda. Hebatnya, hasil perhitungannya dengan hasil perhitungan modern hanya selisih beberapa ratus atau beberapa ribu kilometer saja. Yang artinya, nyaris akurat!

Selain itu ada juga Pythagoras, seorang filsuf yang dikenal karena matematika tapi sebenarnya juga memiliki andil di bidang astronomi. Ia berdalil bahwa bumi berbentuk bulat sebagaimana benda-benda langit lainnya.

Pythagoras memiliki gagasan tersebut setelah ia melihat kapal yang sedang berlayar lalu lama kelamaan menghilang di garis horison. Ia juga adalah orang yang pertama menggagas bahwa pergerakan benda-benda langit dapat dihitung dengan angka.

2. Babilonia

Tahun 1800 SM, Babilonia termasuk salah satu dari peradaban kuno pertama yang berhasil mendokumentasikan pergerakan bulan dan matahari. Mereka memiliki catatan lengkap dan detail posisi benda-benda langit bahkan hingga ke catatan harian, bulanan, hingga tahunannya.

3. Maya

Para astronom Maya dulu mencari petunjuk lewat benda-benda langit. Maka dari itu, mereka begitu tertarik mempelajari pergerakan bintang serta planet-planet.

Bangsa Maya pada saat itu meneliti dan mendokumentasikan pergerakan benda-benda langit ini lewat alat penangkap bayangan yang mereka temukan sendiri. Melalui observasi-observasi tersebut, mereka kemudian mengembangkan Kalender Maya yang populer hingga saat ini.

The Codex Borgia, observasi astronomi bangsa Maya
The Codex Borgia, observasi astronomi bangsa Maya. (Flickr)

4. Persia

Di zaman peradaban kuno dulu, astronomi sangat populer selama peradaban Persia setelah masuknya Islam. Astronom Persia yang terkenal saat itu adalah Abd al-Rahman al-Sufi atau dikenal juga sebagai Azophi.

Galaksi Andromeda pun dulu pertama kali dideskripsikan dalam bukunya yang berjudul The Book of Fixed Stars, di mana ia merevisi dan mengoreksi beberapa konsep awal konstelasi yang dibuat oleh Ptolemeus, seorang matematikawan dan astronom Mesir.

5. Mesir

Memiliki kebudayaan yang paling maju, kontribusi bangsa Mesir Kuno pada astronomi modern terbilang signifikan. Sebagaimana kebudayaan kuno lainnya, Mesir juga termasuk yang menciptakan mitos dewa-dewi dan roh untuk menjelaskan peristiwa astronomi. Terlihat dari piramida dan kuil-kuil yang dibangun berdasarkan posisi astronomis. Piramida Giza misalnya saja, dibangun sejajar dengan Bintang Timur yang pada saat itu adalah Thuban, bukan Polaris seperti yang kita tahu sekarang.

Tidak cuma itu, kecenderungan bangsa Mesir pada ilmu ini tidak hanya bersifat religius tapi juga fisikal. Mereka mengobservasi benda langit untuk memprediksi datangnya banjir Sungai Nil. Bangsa Mesir juga mengembangkan kalender yang sangat mirip dengan kalender kita sekarang, di mana ada 30 hari sebulan dan 365 hari yang terbagi dalam 12 bulan. Bedanya adalah waktu itu ada 10 hari dalam seminggu dan ada 3 minggu dalam sebulan.

Mesir Kuno saat itu juga meninggalkan Nabta Playa, lokasi astronomis di mana ditemukan struktur batu yang melingkar yang diduga merupakan kalender raksasa untuk mengetahui titik balik musim panas.

Revolusi Copernicus

Di periode Renaissance, astronomi mengalami revolusi Copernicus berkat Nicolaus Copernicus yang mencetuskan hipotesis Heliosentris, di mana matahari adalah pusat tata surya dan planet mengelilingi matahari, bukan mengelilingi bumi.

Saat itu, tahun 1616, hipotesis Copernicus mendapat banyak kecaman. Bukunya yang mencantumkan hipotesis itu dimasukkan dalam kategori buku terlarang, bahkan ‘dikoreksi’ oleh badan sensor Gereja Katolik hingga tahun 1835. Gereja menganggap bahwa Copernicus orang kafir karena teorinya bertentangan dengan apa yang tertulis dalam Kitab Suci.

Kemajuan astronomi di Zaman Renaissance

Perjuangan Copernicus kemudian dilanjutkan oleh Johannes Kepler, seorang ahli matematika yang mengejar ilmunya hingga ke Austria. Ia berhasil menemukan tiga Hukum Pergerakan Planet Kepler, salah satunya adalah yang berbunyi: ‘Planet bergerak dalam orbit yang berbentuk elips dengan matahari di salah satu titik fokusnya’. Dengan hukum yang Kepler temukan ini, ia mampu memperbaiki model Heliosentris milik Copernicus yang sudah ada sebelumnya.  

Diagram Heliosentrisme Copernicus
Diagram Heliosentrisme Copernicus. (Wikipedia)

Selain Kepler, kemajuan astronomi zaman Renaissance juga dipengaruhi oleh Galileo Galilei, salah satu dari orang-orang pertama yang menggunakan teleskop untuk mengamati langit. Ia menemukan empat bulan terbesar milik Jupiter tahun 1610, yang mana penemuan tersebut membawanya ke penemuan-penemuannya yang lain. Beberapa dari penemuannya yang terkenal adalah bahwa bulan memiliki kawah, membuat sketsa bintik matahari, dan bahwa Venus menunjukkan fase-fase yang mirip dengan fase bulan milik kita.

Dari sanalah kemudian bermunculan semakin banyak cendikiawan yang akhirnya mampu melengkapi tata surya kita hingga ke kemajuannya di abad ini.

Kesimpulan

Sejak zaman peradaban kuno, umat manusia telah mengagumi bintang-bintang dan benda langit lainnya. Pengetahuan saat itu mendorong mereka untuk mengetahui apa misteri di balik benda-benda langit itu dan di mana kedudukan manusia di alam semesta.

Dengan pengetahuan yang ada saat itu, bangsa kuno menggunakan pengamatan pergerakan bumi, bulan, matahari, dan bintang dengan mata telanjang, serta mencatatnya dan mengembangkan sistem kalender masing-masing dari sana.

Seiring waktu, astronomi semakin berkembang dengan pesat meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti perlawanan dari berbagai pihak. Namun astronomi berhasil maju dan terus berkembang hingga saat ini sampai ke masa depan nanti.

Sumber:

  • 7 Ancient Cultures and How They Shaped Astronomy – The Office of Astronomy for Development
  • History of astronomy – Wikipedia
  • Kosmos – Carl Sagan