Sudah lama manusia bisa membeli dan memiliki pulau pribadi di dunia ini. Tapi bisakah kita mengklaim sebuah planet di masa depan? Tidak hanya planet, mungkin bahkan Bulan dan batu-batuan lainnya?
Jika dulu jual beli pulau pribadi tidak populer lalu menjadi populer seiring waktu, bisa jadi jual beli benda-benda luar angkasa pun akan begitu. Apalagi di masa yang akan datang, teknologi akan semakin canggih dan semakin mampu mengakomodasi segala keinginan manusia.
Belum lagi peradaban yang juga semakin maju dan perusahaan luar angkasa komersial yang akan bermunculan. Tidak heran jika topik tentang mengklaim sebuah planet ini harus ditanyakan dan ditemukan jawabannya.
Kolonisasi Mars
Elon Musk telah lama memiliki misi kolonisasi planet Mars. Ia dan SpaceX yang dibangunnya sejak tahun 2002 bertujuan untuk menghuni planet merah itu karena menurutnya NASA tidak melakukan hal berarti untuk menempatkan manusia di sana. Ia geram NASA tidak mengembangkan rencana cadangan jika Bumi nantinya tidak dapat dihuni lagi.
Maka sejak saat itu SpaceX mengembangkan beberapa sistem aerospace besar seperti Falcon 1, roket orbit pertama SpaceX, Grasshopper, roket uji kecil yang dapat self-landing, dan Dragon, pesawat luar angkasa untuk mengirim kargo yang tidak lama lagi dapat mengirim astronot NASA juga.
Tapi tetap saja, Mars adalah tempat yang tidak bersahabat bagi umat manusia. Dibutuhkan peralatan serta ilmu pengetahuan yang luar biasa untuk mendaratkan kapal kecil di sana, apalagi kapal luar angkasa besar berisi manusia dan kargo. Bayangkan harus secanggih apa teknologinya di masa depan.
Untuk itulah SpaceX terus mengembangkan teknologinya selama 18 tahun ini untuk membangun kendaraan luar angkasa yang disebut Big Falcon Rocket atau BFR. Kendaraan ini akan dipakai untuk membawa manusia dan kargo ke planet Mars untuk memulai kolonisasinya di sana.
Direncanakan akan mulai mengirim manusia ke Mars pada tahun 2030 dan mulai membangun tempat tinggal di sana, tahun 2020 hingga 2021 ini SpaceX sedang memasuki tahap percobaan peluncuran BFR ke orbit.
Bisakah manusia mengklaim sebuah planet?
Dengan adanya ide koloninasi Mars ini, ke depannya bukan tidak mungkin objek ruang angkasa lain seperti planet, bulan, asteroid, dan objek batuan lainnya bisa dimiliki secara pribadi oleh manusia.
Akan tetapi, apakah itu mungkin manusia bisa mengklaim sebuah planet? Jika membeli pulau bisa kita lakukan dengan membayar sejumlah uang pada negara atau pemerintah pemilik pulau, pada siapakah kita harus membayar jika ingin memiliki benda angkasa? Siapa pemilik ruang angkasa yang amat besar ini?
Siapa pemilik ruang angkasa?
Ketika Neil Armstrong dulu menjejakkan kaki di Bulan tahun 1969, orang-orang seluruh dunia melihatnya menancapkan bendera Amerika Serikat di permukaan Bulan.
Tindakan itu mungkin seperti menyiratkan kepemilikan teritori, seperti mengesankan bahwa Bulan dimiliki oleh AS yang berhasil mengirim seorang manusia ke sana.
Namun tindakan itu hanya simbolisme semata karena adanya Outer Space Treaty atau Perjanjian Luar Angkasa tahun 1967. Saat itu pemilihan bendera pun dilakukan dengan hati-hati.
Berdasarkan NASA appropriations bill, penanaman bendera itu “dimaksudkan sebagai isyarat kebanggaan nasional atas sebuah prestasi” dan “tidak ditafsirkan sebagai deklarasi apropriasi nasional dengan klaim kedaulatan”.
Perjanjian Hukum Luar Angkasa
Outer Space Treaty adalah perjanjian luar angkasa yang disetujui oleh 129 negara. Termasuk di dalamnya adalah China, Rusia, Inggris, serta Amerika Serikat. Perjanjian ini diawasi oleh United Nations Office for Outer Space Affairs atau Kantor PBB untuk Urusan Luar Angkasa.
Ada lima perjanjian hukum luar angkasa yang berlaku apabila manusia dapat membangun basisnya di luar angkasa. Yang pertama, Outer Space Treaty tahun 1967.
Dalam pernyataan yang ada pada Outer Space Treaty mengungkapkan bahwa “Luar angkasa, termasuk Bulan dan benda-benda langit lainnya, tidak tunduk pada apropriasi nasional dengan klaim kedaulatan, melalui penggunaan atau pendudukan, atau dengan cara lain apa pun.”
Prinsip dasar inilah yang mencegah manusia melakukan tindakan untuk mengklaim kedaulatan atas Bulan atau benda langit manapun. Sementara itu, keempat perjanjian ruang angkasa lainnya berkaitan dengan:
- Penyelamatan astronot (1968)
- Pertanggungjawaban negara atas kerusakan yang disebabkan oleh benda luar angkasa (1972)
- Pendaftaran objek yang diluncurkan ke luar angkasa (1975)
- Perjanjian yang mengatur kegiatan negara di Bulan dan benda angkasa lainnya (bagian ini dikenal juga sebagai “the Moon Agreement”) (1979)
Sama seperti Antartic Treaty yang mengatur Antartika sebagai pelestarian ilmiah dan pelarangan aktivitas militer, Outer Space Treaty ini mewakili hukum internasional yang berlaku untuk luar angkasa.
Menggali sumber daya ruang angkasa
Meskipun pada faktanya negara tidak diperbolehkan mengklaim sebuah planet atau benda langit lainnya, perjanjian internasional tersebut membiarkan perusahaan swasta dan negara menggunakan dan menggali sumber daya yang ada pada suatu benda langit. Namun dengan catatan tidak ada pernyataan kepemilikan atas benda langit tersebut.
Jadi, kita bisa mengambil dan memiliki sumber daya yang ada pada sebuah benda langit tanpa menuntut kedaulatan atas keseluruhan objek tersebut.
Beberapa negara seperti AS, Uni Emirat Arab, dan Luksemburg sudah memulai eksplorasi sumber daya dan operasi penggaliannya. Sehubungan dengan kepemilikan sumber daya yang mereka eksplor tersebut, mereka menyampaikan haknya berdasarkan undang-undangnya masing-masing pada warga negara mereka.
Jadi, meski tidak diperbolehkan bagi negara manapun untuk mengklaim sebuah planet dan segala isinya, eksplorasi sumber dayanya masih diijinkan.
Kesimpulan
Sebelumnya kita pernah membahas tentang kemungkinan adanya perang di ruang angkasa. Dikatakan bahwa meskipun negara memiliki kegiatan luar angkasanya sendiri, diharapkan bahwa luar angkasa tetaplah sebagai tempat milik bersama dan luar angkasa hanya untuk tujuan perdamaian.
Jika seseorang diperbolehkan membeli dan mengklaim sebuah planet, misalnya, banyak hal yang akan terjadi seperti perebutan wilayah, pembatasan kegiatan, dan lain-lain yang bisa berujung pada perselisihan. Jadi untuk menjaga perdamaian dan kelestarian tata surya ini, sebaiknya ruang angkasa tetap diperuntukkan bagi keperluan ilmu pengetahuan saja.
Sumber :
- This speculative SpaceX timeline reveals roughly when, where, and how Elon Musk plans to colonize Mars – Business Insider
- I’ve Always Wondered: could someone take ownership of a planet or a moon? – The Conversation
- Who owns outer space? – BBC