Untuk mengatasi krisis pangan di dunia, para ahli kini mengembangkan Genetically Modified Organism (GMO). Kedengarannya seperti teknologi baru, ya? Sebetulnya tidak juga. GMO, atau disebut juga produk rekayasa genetika, sudah diterapkan di dunia sejak 1996.
Namun sejak saat itu hingga sekarang, teknik genetika ini masih mengundang perdebatan di beragam kalangan. Ada pihak yang pro dan ada juga yang kontra. Protes massa terhadap teknik ini pun kerap ditemukan di berbagai negara.
Apa, sih GMO itu sebenarnya? Jika teknik ini dapat mengatasi krisis pangan, mengapa muncul pro dan kontra?
Rekayasa genetika pada organisme
Sederhananya, GMO adalah organisme yang DNA-nya dimodifikasi di laboratorium melalui teknik genetika. Teknik ini dapat menghasilkan organisme yang memiliki kemampuan berbeda dari sebelumnya.
Teknik ini contohnya, seperti yang dilansir Science Nation, memanfaatkan genetika laba-laba yang membantu produksi sutra laba-laba untuk dimasukkan ke dalam DNA kambing biasa. Kambing tersebut kemudian memproduksi susu yang didalamnya terkandung protein sutra. Susu yang sudah diperah lalu diisolasi untuk membuat bahan sutra yang ringan tapi sangat kuat untuk dimanfaatkan di bidang industri dan kesehatan.
Kombinasi-kombinasi organisme yang bisa direkayasa secara genetik sangat banyak dan memusingkan, tapi seringnya GMO dipraktekkan dalam industri pertanian.
Makanan-makanan yang direkayasa secara genetis
Beberapa pangan produk rekayasa genetika yang sudah lama tersedia di pasar internasional di antaranya adalah:
- Pohon pisang
- Jagung
- Kedelai
- Kapas
- Apel
- Kentang
Di Indonesia sendiri pangan produk rekayasa genetika yang beredar ada 21 jenis, antara lain jagung, tebu, kedelai, dan kentang.
Keunggulan GMO
Produk pangan ini mengalami rekayasa genetika agar mendapat keunggulan seperti apel yang tidak cepat mengalami oksidasi (kecoklatan pada daging), jagung yang tahan herbisida, kentang yang mampu hidup di musim kemarau, dan masih banyak lagi.
Selain itu keunggulan GMO lainnya ialah hasil pangan yang lebih enak, lebih baik secara visual, dan lebih tinggi kandungan nutrisinya.
Protes dan penolakan yang muncul
Sejak zaman peradaban kuno, sebetulnya modifikasi genetika pada tanaman sudah ada, hanya saja masih teknologi kuno dan lebih sederhana. Petani Mesopotamia misalnya, mengembangbiakkan rumput gandum dengan selektif sekitar tahun 9000 SM untuk mendapat bulir gandum yang lebih besar dan keras.
Dengan demikian mereka sebenarnya telah melakukan semacam seleksi buatan agar pangan yang ada dapat tumbuh sesuai dengan kebutuhan.
Proses ini berkembang dengan cepat dan sekarang proses tradisional tersebut tergantikan oleh teknik yang lebih sulit dimengerti. Munculah kemudian kecurigaan-kecurigaan di tengah masyarakat karena mendengar bahwa dalam prosesnya ada pangan yang dimodifikasi dengan genetika virus dan bakteria.
Mendengar kata ‘virus dan bakteri’, siapapun pasti tidak suka apalagi jika dikaitkan dengan makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Sehingga protes dan penolakan terjadi di mana-mana, menuntut produk pangan dengan proses yang lebih alami.
Efek GMO bagi petani
Karena GMO adalah bentuk kehidupan yang baru, perusahaan bioteknologi berhasil mendapatkan hak untuk mengendalikan penggunaan dan distribusi pangan hasil modifikasinya. Hal ini tentu merugikan kesejahteraan para petani yang tidak memiliki andil yang sepantasnya dalam industri.
Efek GMO bagi lingkungan
Sebelumnya dijelaskan bahwa teknik GMO telah memungkinkan pangan lebih tahan terhadap paparan bahan kimia. Bahkan lebih dari 80 persen pangan yang dimodifikasi tujuannya adalah untuk lebih bisa mentoleransi herbisida.
Nah, sebagai akibatnya, munculah gulma super dan serangga super yang hanya bisa dibunuh oleh bahan-bahan kimia yang lebih beracun. Penggunaan herbisida kemudian meningkat 15 kali sejak GMO pertama kali dipraktekkan tahun 2015.
WHO kemudian menetapkan bahwa kandungan utama pada herbisida, yaitu herbicide glyphosate ternyata berpotensi menyebabkan kanker pada manusia. Penggunaan bahan kimia berjumlah besar dalam waktu lama ini juga dianggap berbahaya bagi kesehatan tanah dan kelangsungan hidup hewan-hewan seperti lebah.
Keamanan produk yang direkayasa secara genetika
Lalu, apakah mengkonsumi jagung hasil rekayasa genetika aman bagi manusia?
Jawabannya masih belum diketahui karena masih diperlukan riset jangka panjang untuk mengetahui dengan pasti dampaknya terhadap manusia dan lingkungan. Masyarakat sendiri banyak yang lebih memilih untuk tidak mengkonsumsi pangan hasil eksperimen GMO, terutama mereka yang sadar akan isu tersebut.
Mana yang hasil GMO dan mana yang bukan?
Sejumlah negara memiliki kebijakannya masing-masing mengenai pangan hasil rekayasa genetika. 64 negara di dunia, termasuk Jepang, Australia, dan semua negara Uni Eropa mengharuskan pangan GMO untuk diberi label. Sementara itu, Kanada tidak mengharuskan hal ini, sedangkan AS memiliki beberapa produk yang berlabel serta yang tidak.
Di Indonesia sendiri keamanan pangan GMO telah melalui pengkajian lewat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Serangkaian tes dilakukan oleh Kementerian Pertanian bersama dengan Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KHH PRG) yang terdiri dari perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat. Hasilnya kemudian berbentuk rekomendasi keamanan pangan, apakah suatu pangan hasil rekayasa tersebut berhak mendapatkan izin peredaran atau tidak.
Kesimpulan
GMO adalah organisme, umumnya bahan pangan, yang telah dimodifikasi dengan teknik genetika, seperti jagung, kentang, dan kedelai. Keunggulan produk hasil rekayasa genetika antara lain mengandung lebih tinggi nutrisi, rasa yang lebih enak, dan tampilan pangan yang lebih baik. Tanaman seperti ini diharapkan lebih laku di pasaran.
Akan tetapi ada pula yang kontra dengan teknik ini karena diduga pangan hasil rekayasa genetika dapat menyebabkan kanker, alergi, dan berdampak pada lingkungan jika dalam jangka panjang.
Well, perdebatan antara pro dan kontra tentang isu GMO tampaknya belum akan berakhir dalam waktu dekat. Namun jika kamu ragu dengan isu ini, kamu bisa pilih pangan organik, cari produk dengan label Non-GMO, atau menanam sendiri sumber makanan yang mudah dirawat. Bonusnya, kamu bisa lebih sehat.
Terus pantau perkembangan seputar ilmu pengetahuan lainnya, yuk, hanya di Bicara Indonesia!
Sumber :
- Klarifikasi Penjelasan tentang Isu Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik – Badan POM
- Dosen ITS Jawab Kontroversi Penggunaan GMO – ITS News
- What Are GMOs and GM Foods? – Livescience
- GMO Facts – Non-GMO Project
- Five Facts About GMOs – Earth Share
- Here’s The Real Reason Why GMOs Are Bad, And Why They May Save Humanity – Forbes
- GMOs: Pros and Cons, Backed by Evidence – Healthline
- What Is Genetic Modification? – Livescience