Kisah Cinta Soekarno-Inggit Garnasih, Mengantarkan Indonesia Pada Gerbang Kemerdekaan

Kisah Cinta Soekarno-Inggit Garnasih – Hai Teman Bicara yang suka sejarah! Mungkin kalian tidak terlalu mengenal sosok Ibu Inggit Garnasih. Kita biasanya lebih mengenal sosok Ibu Fatmawati Soekarno Putri, yang juga adalah ibu dari Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarno Putri. Jadi, mari kita mengenal lebih dekat kepada Ibu Inggit Garnasih. Mengapa? Karena peranan Bu Inggit yang mengantarkan Presiden Pertama Republik Indonesia pada gerbang kemerdekaan.

Karena kisah cinta Soekarno-Inggit Garnasih yang menyentuh ini, penulis ternama Ramadhan KH mengabadikannya dalam sebuah novel berjudul ‘Kuantar Ke Gerbang, Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno

Kisah Cinta Soekarno-Inggit, Cinta Antara Ibu Kos dan Anak Kos

Bung Karno bertemu dengan Bu Inggit saat ia baru sampai di Bandung untuk melanjutkan sekolah ke Technische Hoogeschool te Bandoeng atau yang sekarang dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Bu Inggit adalah ibu kos Bung Karno. Pada saat itu, Bu Inggit sudah menikah dengan suami ke-2 nya, H. Sanusi, yang juga aktif di Sarekat Islam (SI).

Bung Karno pun saat itu berstatus sebagai suami dari Oetari, putri kesayangan HOS Tjokroaminoto, yang adalah Bapak Kos Bung Karno selama bersekolah di Surabaya. Meskipun sudah menjadi suami Oetari, konon Bung Karno tidak pernah menyentuh Oetari yang dinilainya masih sangat muda saat itu. Rasa sayang Bung Karno pada Oetari lebih kepada rasa sayang antara abang dengan adiknya.

Berbeda dengan rasa sayang dan cinta yang dirasakan Ir. Soekarno setelah beberapa kali berbincang berdua dengan Bu Inggit garnasih. Kesibukan H.Sanusi di Sarekat Islam, membuatnya kerap meninggalkan istri tercinta di rumah. Hal ini pula yang menjadi pintu pembuka kedekatan antara Bu Inggit dan Bung Karno

Kisah Cinta Soekarno-Inggit Garnasih

Setia Menemani, Meski Berbeda Usia 13 Tahun

Obrolan ringan antara Bung Karno dan Bu Inggit yang semula hanya sebagai pembunuh waktu, kini berubah menjadi obrolan antara 2 sejoli yang sedang kasmaran. Hubungan terlarang ini kemudian diketahui oleh H.Sanusi yang kemudian merelakan Bu Inggit untuk dinikahi oleh Bung Karno pada 24 Maret 1923. Saat itu, usia Bu Inggit 35 tahun, dan usia Bung Karno 22 tahun. Keduanya menikah, setelah Bung Karno menceraikan Oetari yang masih perawan.

Pernikahan keduanya diwarnai dengan perjuangan memerdekakan Indonesia. Untuk membiayai perjuangan Bung Karno, Bu Inggit rela berjualan rokok, jamu, hingga bedak buatannya sendiri. Uang hasil dagangannya, diberikan kepada Bung Karno, untuk membiayai aktifitas perjuangan calon Presiden Pertama Republik Indonesia itu.

Ketika Bung Karno ditangkap di Yogyakarta pada 29 Desember 1929, lalu dijebloskan ke Penjara Sukamiskin, setelah sebelumnya mendekam di Penjara Banceuy di Bandung, Bu Inggit setia dengan perannya yang luar biasa.

Melalui kertas lintingan rokok dagangannya, Bu Inggit menyampaikan pesan dari Bung Karno kepada para tokoh perjuangan, dan sebaliknya. Bu Inggit rela berpuasa selama beberapa hari, agar perutnya yang ‘kempes’ bisa diisi dengan buku-buku untuk bacaan Bung Karno selama dipenjara.

Bu Inggit juga kerap menyelipkan uang dan koran ke dalam keranjang makanannya, agar Bung Karno bisa mengikuti perkembangan berita melalui surat kabar. Dari surat kabar dan buku-buku yang dibawakan Bu Inggit itulah Bung Karno menuliskan pidato pembelaannya yang sangat terkenal, berjudul ‘Indonesia Menggugat’. Pidato ini dibacakan di Pengadilan di Landraad di Bandung pada tahun 1930.

Berakhirnya Kisah Cinta Soekarno-Bu Inggit

Seperti kita ketahui bersama, sebelum kemerdekaan berhasil diraih, Bung Karno dan beberapa tokoh telah menikmati masa pengasingan. Pada tahun 1933, Bung Karno diasingkan oleh pemerintah Belanda ke Ende, Flores. Lalu, dilanjutkan dengan pengasingan pada tahun 1938 di Bengkulu.

Ke manapun kaki Bung Karno melangkah, Bu Inggit selalu setia menemani. Bu Inggit dengan berbagai peranannya dalam memerdekakan negeri kita tercinta ini.  Sampai saat Bung Karno menjalani pengasingan di Bengkulu, Bung Karno berkenalan dengan keluarga Hasan Din, seorang tokoh Muhammadiyah di Bengkulu, yang juga adalah ayahanda dari Ibu Fatmawati.

Kedekatan Bung Karno dengan keluarga Hasan Din, telah menyemikan bunga-bunga asmara antara Bung Karno dan Bu Fatmawati. Pada tahun 1942, Bung Karno dibebaskan dari masa pengasingan dan kembali ke Jakarta. Setelah berpisah dengan Fatmawati, kerinduan Bung Karno pada sosok Fatmawati, dan keinginannya untuk memiliki keturunan, menguatkan tekadnya untuk menikahi Fatmawati.

Bung Karno kemudian meminta izin kepada Bu Inggit untuk menikahi Fatmawati. Bu Inggit menolak permintaan izin itu, dan lebih memilih berpisah dengan Bung Karno. Keduanya pun bercerai pada pertengahan tahun 1943, setelah 20 tahun berumah tangga. Bung Karno kemudian menikahi Bu Fatma pada 01 Juni 1943.

Kesimpulan

Dua puluh tahun Bu Inggit mempersiapkan seorang pemimpin bangsa, dengan segala pengorbanannya. Dua puluh tahun bukan hanya milik Bu Inggit-Bung Karno, tetapi juga milik bangsa ini. Cinta Bu Inggit bukan hanya soal cinta seorang perempuan kepada laki-laki dewasa, bukan hanya cinta seorang istri kepada suaminya, tetapi cinta seorang pejuang perempuan kepada tanah airnya.

Bu Inggit bukan hanya merelakan sang suami untuk menikah lagi dengan perempuan idamannya, tetapi Bu Inggit juga merelakan seorang pejuang nasional untuk mengabdikan hidupnya pada tanah air yang dimerdekakannya.

Sungguh sebuah kisah cinta yang mengharukan, menginspirasi, sekaligus memilukan ya Teman Bicara? Kini, Teman Bicara sudah mengenal lebih dekat pada sosok Bu Inggit, seorang perempuan tangguh yang turut berperan dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Kemerdekaan yang kita nikmati hingga detik ini.

Semoga artikel ini bermanfaat!

Sumber :

  • Kuantar Ke Gerbang – Novel karya Ramadhan KH