Menguak Tragedi Berdarah yang Bersejarah, Konflik Sampit

Tragedi Berdarah Konflik Sampit – Indonesia dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai perbedaan antar umat, suku, agama dan sebagainya.

Bahkan hal tersebut diakui dunia menjadi salah satu negara yang mampu hidup berdampingan meskipun berbeda – beda latar belakang. Namun siapa sangka bahwa negara yang dijuluki negara kepulauan ini memiliki kisah gelap mengenai perbedaan.

Pernah terjadi peperangan berdarah dan menghebohkan seantero Indonesia. Perang tersebut melibatkan 2 suku atau etnis yang memiliki sejarah kelam. Yakni antara masyarakat Madura dan orang Dayak asli.

Peperangan antar etnis ini selanjutnya dikenal dengan tragedi atau konflik Sampit. Konflik ini dikenal hingga saat ini sebagai konflik antar suku yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban.

Lalu fakta apa saja mengenai tragedi berdarah yang bersejarah, konflik Sampit? Yuk simak!

Program Transmigrasi Kolonial

Tragedi Berdarah Konflik Sampit
Persawahan: Source – Pixabay

Semua berawal dari program transmigrasi yang diadakan oleh pemerintah kolonial pada tahun sekitar 1930.

Pada saat itu Jawa penuh sesak oleh masyarakatnya, sehingga pemerintah yang berkuasa memikirkan untuk program transmigrasi. Dibawalah beberapa orang beretnis Madura dan Jawa untuk mengikuti arahan kolonial dalam program tersebut.

Awalnya masyarakat setempat menerima dengan baik kedatangan dari para imigran tersebut dan tentu saja pada saat itu masih senasib dan sepenanggungan.

Pada saat Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, barulah mereka yang mengikuti program transmigrasi yang ingin kembali diijinkan kembali. Namun, tak sedikit dari mereka yang bertahan karena sudah terlanjur beradaptasi.

Selang beberapa tahun setelah kemerdekaan pemerintah Indonesia juga mengambil inisiatif untuk melakukan program transmigrasi kembali, lantaran Pulau Kalimantan saat itu masih dihuni sedikit orang.

Hal tersebut bertujuan untuk menyamaratakan penduduk, sehingga tidak ada sentralisasi di Pulau Jawa.

Perampasan Hak – Hak Pribumi

Masyarakat Dayak - Tragedi Berdarah Konflik Sampit
Masyarakat Dayak: Source – Correcto

Semakin hari, populasi dari masyarakat Madura semakin banyak. Menurut berbagai informasi jumlahnya bisa mencapai 40.000 an orang. Namun, kembali lagi, tak ada data yang pasti mengenai jumlah masyarakat Madura yang ada di Tanah Kalimantan.

Semakin banyaknya popluasi membuat hak – hak pribumi kian terbatas dan digeser oleh masyarakat Madura. Hal tersebut meliputi pekerjaan, budaya dan lain sebagainya.

Membuat masyarakat Dayak hanya bisa diam tanpa melakukan apa – apa. Tak sedikit masyarakat Dayak yang di sekitar tahun 90 an kesal akan kelakuan dari masyarakat Madura.

Bahkan hal tersebut menimbulkan bentrokan kecil dan masih bisa diatasi oleh pihak kepolisian.

Pecahnya Perang Saudara

Masyarakat Madura - Tragedi Berdarah Konflik Sampit
Masyarakat Madura: Source – Phinemo

Perang akhirnya meletus pada Desember tahun 1996 hingga Januari 1997. Perang tersebut terjadi cukup cepat dan menewaskan sedikitnya 600 orang dan banyak dari masyarakat Madura yang mengungsi.

Satuan Brimob yang dibantu oleh personil TNI pada saat itu juga berhasil menenangkan masyarakat Dayak dan memilih jalur kekeluargaan. Perang saudara ini juga dilatarbelakangi oleh kebiasaan suku Madura yang bertentangan dengan pribumi.

Seperti penggunaan clurit yang dilakukan Suku Madura saat hendak kemana – mana membuat masyarakat Dayak was – was.

Dalam budaya Suku Dayak, membawa senjata merupakan sebuah tantangan atau persiapan perang. Wataknya yang keras juga membuat beberapa orang dari Suku Dayak merasa sedikit terganggu. Sehingga timbul konflik pada saat itu.

Pertempuaran Hingga Titik Darah Penghabisan

Hutan Pedalaman
Hutan Pedalaman: Source – Pixabay

Tragedi berdarah konflik Sampit kembali pecah pada tahun 2000 dan 2001 yang membuat tragedi ini dikenal oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai tragedi Sampit.

Belum diketahui secara pasti mengapa peperangan antar etnis ini terjadi, namun sebagian orang menyebutkan adanya pembakaran rumah dan pembunuhan antar suku inilah yang menjadi penyebabnya.

Pada tanggal 20 Februari, yang semula masyarakat Madura bersikap defensif dan menguasai kota Sampit, berbalik dengan tercetusnya peperangan antar etnis hingga titik darah penghabisan.

Peperangan tersebut sudah tidak bisa dihindarkan, para Suku Dayak pedalaman yang notabene diam akan perseteruan juga ikut membantu untuk menumpas keberadaan Suku Madura.

Rumah warga Madura dibumihanguskan dan beberapa kendaraan juga ikut dibakar karena kekesalan Suku Dayak.

Tidak diketahui secara pasti berapa korban yang tewas dalam peristiwa ini. Beberapa warga Madura yang takut akhirnya mengungsi dan keluar dari Kota Sampit.

Konon dalam peperangan ini, Suku Dayak pedalaman terlebih dahulu diberi ilmu kekebalan. Selain itu, sang panglima perang Suku Dayak juga dapat mencium bau orang dan bisa membedakan mana orang Madura dan non Madura.

Suku Dayak menyisir rumah dan menyerang orang Madura secara membabi buta. Bahkan Suku Dayak memiliki ritual pemenggalan kepala bernama ngayau dan tidak sedikit dari Suku Madura yang menjadi korban dalam ritual ini.

Perjanjian Perdamaian

Monumen Perdamaian - Tragedi Berdarah Konflik Sampit
Monumen Perdamaian: Source – Kataomed

Setelah peperangan dianggap usai dan banyak dari masyarakat Madura yang diungsikan kembali ke Madura, membuat para petinggi suku akhirnya mendeklarasikan perdamaian.

Perdamaian tersebut disepakati dalam sebuah perjanjian dan dibuktikan dengan pembangunan sebuah monumen.

Sebelum diresmikan pada tahun 2015, tugu perdamaian ini dulunya dibuat dari kayu sebagai simbol perdamaian antara masyarakat Suku Dayak dan Suku Madura.

Begitulah perjanjian itu terlahir dan hingga saat ini Kota Sampit tetap damai, aman dan masyarakatnya hidup berdampingan walau berbeda etnis.

Kesimpulan

Sejarah ada memang untuk dikenang sebagai hal yang harus diambil sisi positifnya dan meninggalkan hal – hal yang berbau negatif.

Dalam peperangan antar suku ini membuat mata Indonesia tersadar bahwa tidak semua kebiasaan yang sering dilakukan, disukai oleh orang lain.

Sehingga sebagai manusia yang beradab tentunya perlu yang namanya menghargai perbedaan ataupun kebiasaan orang lain. Peperangan antar suku memang kerap kali terjadi hingga saat ini, bahkan media bungkam atas hal tersebut.

Namun, satu yang penting bahwa memahami perbedaan dan bisa hidup berdampingan adalah surga dunia yang patut dilestarikan.

Nah, bagaimana nih Sahabat Bicara informasi mengenai tragedi berdarah yang bersejarah, konflik Sampit? Cukup menarik bukan? Namun, pembahasan seputar sejarah tidak hanya sampai di sini nih sahabat Bicara.

Kita nanti akan lanjut mengajak kalian untuk mengetahui lebih banyak mengenai beberapa sejarah mengenai Bangsa Indonesia yang belum banyak orang tahu. Jadi, sampai ketemu di artikel selanjutnya mengenai gagasan ya Sahabat Bicara.

Sumber :

  • Kerusuhan Sampit, Kegagalan Merawat Perbedaan 18 Tahun Silam – Liputan 6
  • Konflik Sampit – Wikipedia