5 Rumah Pengasingan Bung Karno, Bagian Dari Sejarah Indonesia

Rumah pengasingan Bung Karno memang menyimpan banyak nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dalam perjalanan hidup Bung Karno selalu diisi dengan perjuangan, mulai saat muda hingga beliau meletakkan jabatannya.

Keaktifan beliau dalam berjuang membawa konsekuensi tersendiri. Kehidupan di beberapa penjara menjadi konsekuensinya sebelum akhirnya harus rela untuk diasingkan ke beberapa daerah.

Pada masa perjuangan sudah banyak pejuang kita yang diasingkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Hanya Bung Karno lah yang paling sering diasingkan ke tempat yang berbeda-beda.

Saat ini tempat-tempat pengasingan itu menjadi saksi bagaimana Bung Karno tetap berjuang dengan caranya meskipun dalam pengasingan.

Rumah Pengasingan

Mari kita telusuri dimana saja Bung Karno diasingkan. Kita lihat juga nanti apa penyebab Bung Karno diasingkan dan bagaimana kehidupan beliau saat di pengasingan.

Rumah Pengasingan Bung Karno Di Ende

Bung Karno ditangkap oleh Belanda pada 1 Agustus 1933 setelah melakukan pertemuan politik di Jakarta. Oleh karena aktivitas beliau dalam pergerakan, Pemeritah Hindia Belanda menghukum delapan bulan penjara tanpa proses pengadilan.

Saat itu beliau masih berumur 32 tahun. Belum habis masa hukumannya, Gubernur Jenderal Pemerintah Hindia Belanda De Jonge pada tanggal 28 Desember 1933 mengeluarkan keputusan agar Bung Karno diasingkan ke Ende.

Belanda melihat kegiatan politik Bung Karno membahayakan bagi Pemerintahan Hindia Belanda saat itu.

Rumah Pengasingan
Rumah Pengasingan di Ende

14 Januari 1934 Bung Karno bersama istrinya yaitu Inggit Garnasih, ibu mertuanya yaitu Ibu Amsi dan dua anak angkatnya yaitu Ratna Djuami dan Kartika menginjakan kakinya di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja, Ende, Nusa Tenggara Timur.

BungKarno menempati rumah sederhana berukuran 9,6 m x 11,5 m yang berdiri di atas tanah seluas 742,6 m2. Rumah beratap ilalang ini adalah milik Abdullah Ambuwaru.

Kehidupan di pengasingan membuat Bung Karno frustrasi pada awalnya. Seiring perjalanan waktu beliau mulai terbiasa hidup dengan segala keterbatasan saat itu. Aktivitas beliau selama di Ende ini banyak diisi dengan membaca dan berdialog dengan tokoh-tokoh masyarakat.

Dialog juga dilakukannya dengan banyak misionaris di sana. Di pengasingan ini pula Bung Karno mendapat inspirasi pertama kali tentang Pancasila. Pada tanggal 18 Oktober 1938 Bung Karno dipindahkan pengasingannya ke Bengkulu.

Rumah Pengasingan Bung Karno Di Bengkulu

Tahun 1938-1942 Bung Karno pernah menempati rumah pengasingan di Bengkulu, tepatnya (alamat sekarang) di Jl. Sukarno Hatta, Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu.

Rumah tersebut adalah milik Lion Bwe Seng, seorang penyalur bahan pokok untuk Pemerintahan Belanda.

Bangunan berukuran 9 m x 18,5 m ini terletak di atas tanah seluas 40.434 m2. Rumah ini disewa khusus Pemerintah Belanda hanya untuk tempat tinggal selama masa pengungsian Bung Karno.

Rumah Pengasingan
Rumah Pengasingan di Bengkulu

Bung Karno mulai menginjakkan kakinya di Bencoolen (sekarang Bengkulu) pada tanggal 13 Pebruari 1938. Beliau tinggal di rumah itu bersama istri, yaitu Inggit Garnasih dan anak angkatnya, yaitu Ratna Djuami.  

Di rumah ini pula lah Bung Karno kenal dengan Fatmawati yang kemudian diperistrinya di tahun 1943. Aktivitas beliau saat di pengasingan ini tidak lepas dari membaca.

Tercatat ada 303 buku yang masih tersimpan rapi di rumah itu hingga sekarang. Beliau juga aktif mengajar di Sekolah Rakyat Muhammadiyah. Bung Karno juga sering berdiskusi dengan banyak tokoh lokal di rumah itu.

Hal pergerakan lah yang selalu menjadi topik diskusi. Beliau juga membentuk grup pertunjukan seni musik dan drama bernama Monte Carlo. Dalam setiap pertunjukannya beliau selalu menyelipkan nilai-nilai sosialis dan nasionalisme dalam kemasan yang indah.

Rumah Pengasingan Bung Karno Di Berastagi

Sebuah rumah yang terletak di Desa Lau Gumba, Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara menjadi saksi bahwa Bung Karno pernah hidup di sana dalam suasana pengasingan.

Rumah kayu jati ini dibangun pada tahun 1719. Ukuran rumah ini 10 m x 20 m dan berdiri di atas lahan dua hektar.

Rumah Pengasingan
Rumah Pengasingan di Berastagi

Bung Karno bersama dengan Sutan Sjahrir (mantan Perdana Menteri) dan Agus Salim (Menteri Luar Negeri) menempati rumah pengasingan di Berastagi pada 22 Desember 1948.

Para tokoh bangsa itu diasingkan Belanda ke Berastagi karena adanya Agresi Militer Belanda II.

Mereka ditangkap di Yogyakarta bersama dengan Bung Hatta, Assa’at (Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat/KNIP ), AG. Pringgodigdo (Menteri Sekretaris Negara) dan RS Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara). Namun keempat tokoh terakhir ini diasingkan di Bangka.

Bung Karno menempati rumah di pengasingan di Berastagi ini hanya 12 hari. Beliau dipindahkan ke rumah pengasingan di Parapat karena Belanda melihat di tempat tinggal di Berastagi ini sangat dekat dengan basis perjuangan rakyat Tanah Karo.

Kondisi yang membahayakan bagi Belanda. Sejarah juga mencatat, di rumah ini Belanda pernah merencanakan akan membunuh Bung Karno. Meskipun hanya sebentar di Berastagi tetapi Bung Karno punya kedekatan khusus dengan rakyat di sekitarnya.

Bung Karno mengajarkan tentang kegotong-royongan, pluralisme dan solidaritas kepada rakyat Tanah Karo. Rupanya ajaran itu selaras dengan nilai-nilai budaya rakyat Tanah Karo.

Rumah Pengasingan Bung Karno Di Parapat

Setelah dari Berastagi, pada tanggal 4 Januari 1949 Bung Karno bersama dengan Sutan Sjahrir dan Agus Salim dipindahkan ke rumah pengasingan lain di Parapat. Rumah berlantai dua ini terletak di tepian Danau Toba.

Sebuah tempat yang nyaman namun terasing kala itu karena jauh dari pemukiman karena berada di dalam kawasan perkebunan milik Belanda.

Rumah Pengasingan
Rumah Pengasingan di Parapat

Di rumah ini Bung Karno masih tetap menjalin komunikasi dengan gerilyawan.

Meskipun dengan penjagaan ketat, Bung Karno bisa berkomunikasi melalui surat-surat yang dihantar oleh pembantu beliau dan pedagang sayur. Surat-surat itu dimasukkan ke dalam tulang ayam atau ke dalam batang kangkung.

Para gerilyawan sempat akan menyerbu rumah pengasingan itu dengan maksud untuk membawa Bung Karno. Namun rencana itu urung terlaksana karena Sutan Sjahrir berpendapat bahwa tidak lama lagi mereka akan dipindahkan.

Selain itu, penawanan para pemimpin Indonesia itu sudah diketahui PBB. Hal ini akan menyulitkan Belanda sendiri bila memperlakukan tawanan dengan tidak benar. Bung Karno dan Sutan Sjahrir kerap bertengkar di rumah ini.

Sutan Sjahrir menuduh penyebab Belanda melakukan agresinya kali ini karena rencana Bung Karno yang akan menjalin hubungan dengan negara-negara di Asia. Tetapi Bung Karno mempertahankan pendapatnya.

Tokoh-tokoh bangsa ini memang terkadang ada perbedaan dalam menyikapi perjuangan tetapi sebenarnya tujuannya sama, yaitu kemerdekaan yang seutuhnya untuk Bangsa Indonesia.

Bung Karno dan Agus Salim menempati rumah pengasingan ini hanya dua bulan. Dua tokoh ini kemudian dipindahkan ke Bangka pada Maret 1949. Seminggu sebelumnya, Sutan Sjahrir dibawa Belanda ke Jakarta dalam rangka perundingan dengan Belanda.

Rumah Pengasingan Di Bangka

Dari Parapat, Bung Karno dipindahkan ke Bangka pada awal Maret 1949. Di pulau ini telah banyak berkumpul sebelumnya tokoh Bangsa Indonesia yang ditawan oleh Belanda saat itu.

Awalnya Bung Karno ditempatkan di Pesanggrahan Manumbing, yang terletak di Bukit Manumbing.

Rumah Pengasingan
Rumah Pengasingan di Bangka (Pesanggrahan Manumbing)

Bung Karno kemudian dipindahkan sejauh 7 kilometer ke Pesanggrahan BTW (Banka Tin Winning) atau yang dikenal saat ini sebagai Wisma Ranggam. Tempat ini merupakan milik perusahaan timah yang terletak dekat dengan Kota Muntok, Bangka Barat.

Selama diasingkan di Pulau Bangka, Bung Karno masih tetap menjalani kebiasaan belaiu yaitu bertemu dengan rakyat di sana. Selain mengajar, berdiskusi juga sering mengajak pemuda-pemuda di Muntok hingga Pangkalpinang untuk berkegiatan.

Aktivitas seperti ini lah yang membuat Bung Karno semakin lekat di hati rakyat. Pada tanggal 6 Juli 1949, para tokoh bangsa yang diasingkan di Bangka ini kembali ke Yogyakarta.

Kembalinya tokoh-tokoh ini seiring dengan hasil perundingan Roem-Roijen yang menyepakati kembalinya Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia pada tanggal 30 Juni 1949.

Rumah Pengasingan
Rumah Pengasingan di Bangka (Wisma Ranggam)

Kesimpulan

Kita patut bangga dengan ketabahan Bung Karno dan tokoh-tokoh bangsa ini pada saat diasingkan. Kehidupan yang terasing tidak menyurutkan semangat untuk kemerdekaan dan kejayaan bangsa kita.

Rumah pengasingan adalah saksi sejarah bagaimana Bung Karno tetap memikirkan bangsa ini dalam kondisi apapun.

Masih banyak tulisan lain tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan kiprah para pejuang saat itu dapat kamu ikuti dan baca di Bicara Indonesia. Pastikan kamu tidak melewatkannya. –anp-

Sumber :

  • Rumah Pengasingan Ir. Soekarno Di Ende – Cagarbudaya Kemdikbud
  • Rumah Pengasingan Bung Karno – Wikipedia
  • Rumah Sukarno di Tanah Karo – historia