Johannes Chrysostomus Wolfgangus Theophilus Mozart merupakan nama lengkap dari sang jenius bidang permusikan. Orang mengenalnya sebagai Mozart.
Kemasyuran yang ia miliki tersebar ke seantero dunia, karya-karya yang begitu indah dengan pesan yang tersampaikan kepada siapa saja yang mendengarnya, membuat penggemarnya sangat mencintai dan mengidolakannya.
Dibalik kehebatan yang ia miliki tersimpan kisah kehidupannya yang tak bisa orang bayangkan. Tak ada yang mengetahui proses kehidupan yang sedemikian rupa Mozart miliki.
Inilah kisah kehidupan sang jenius yang berakhir menyedihkan.
Kejeniusan yang Telah Terlihat Sejak Kecil
Mozart lahir ke dalam keluarga yang mencintai musik. Sebab sang ayah, Leopold Mozart berprofesi sebagai guru musik untuk para bangsawan.
Leopold Mozart dan Anna Maria memiliki tujuh anak. Sayangnya, hanya dua anak saja yang bertahan sedangkan lainnya meninggal saat bayi. Leopold sangat menyayangi kedua anaknya tanpa celah.
Jika anak seusia mereka akan bermain di luar bersama teman-temannya berbeda dengan kedua anak tersebut, kebebasan akan masa kecil tak mereka dapatkan karena tuntutan sang ayah yang ingin anaknya ahli dalam bermain musik.
Mozart kecil yang mendapatkan tempaan seperti itu mendorongnya untuk menghasilkan sebuah karya, walaupun karya tersebut tidak sempurna, bahkan skor pun sang ayah yang menuliskannya. judul pertama dari karya tersebut bernama Minuet in G.
Bahkan ketika berumur 4 tahun ia mampu memainkan harpsichord dan membuat improvisasi karya musik pendahulunya.
Mengetahui bakat sang anak di dalam bidang musik, membuat Leopold menjadi sangat ambisius dan ingin agar anak-anaknya terkenal dalam permusikan Eropa.
Leopold memutuskan cuti yang sangat panjang dan membawa anak-anaknya keliling Eropa untuk mengadakan konser. Benar saja, para bangsawan menyukai permainan yang Nannerl dan Mozart suguhkan.
Bahkan Mozart kecil memiliki julukan sebagai wonderkid dalam kancah permusikan Eropa.
Kisah Percintaan Mozart yang Tak Pernah Mulus
Wanita pertama yang membuat sang jenius jatuh hati bernama Aloysia Weber, seorang penyanyi sopran yang berusia 16 tahun.
Rasa cinta yang luar biasa ia miliki terhadap Aloysia menjadikannya alasan utama bertahan lebih lama di Mannheim. Leopold yang mendengar kabar tersebut segera mengirimi surat kepada anaknya dan juga memberikan anaknya pilihan yang begitu menyakitkan.
Seakan keberuntungan memihak Leopold, Aloysia Weber menolak cinta anaknya sehingga sang jenius memutuskan untuk meneruskan perjalanannya ke Paris.
Pada tahun 1781 menjadi tahun yang penuh perjuangan bagi sang jenius untuk memperjuangkan cinta keduanya. Ketika Aloysia Weber telah menikah dengan aktor, Mozart jatuh hati pada Constanze Weber, anak ketiga dari pasangan Weber.
Hubungan ini kembali didengar oleh Leopold, tentunya ayah dari sang jenius musik ini tidak menyukainya. Dalam meredakan ketegangan yang ada di kedua belah pihak, ia memilih untuk tinggal sendiri di rumah.
Alasan Wolfgang tak bisa meninggalkan Constanze, sebab ibu dari perempuan yang ia cintai mengancamnya jika hubungan ini sampai putus, maka Mozart harus mengganti kompensasi yang telah keluarga itu keluarkan.
Pada tanggal 4 Agustus 1782 menjadi hari bahagia Mozart karena pada akhirnya ia menikahi perempuan yang ia cintai. Kebahagiaannya semakin lengkap ketika Mozart mendapatkan surat dari ayahnya yang berisikan restu ayahnya.
Kesulitan yang Mozart Terima Saat Merintis Karir
Ketika kecil wolfgang mendapatkan sambutan yang luar biasa hebatnya, Ketika beranjak dewasa dan mulai merintis karirnya dengan serius, terdapat begitu banyak batu yang menghalanginya.
Terutama ketika ia melepaskan jabatannya sebagai maestro dan memulai karir sebagai freelance di Wina.
Saat itu Wolfgang sekeluarga berencana untuk memulai kehidupan baru di negara tersebut, namun Leopold tak bisa ikut karena masih terikat kontrak, hingga akhir Mozart hanya ditemani oleh sang ibu.
Sebelum sampai ke Paris, ia singgah di Mannheim dan mencoba untuk mendapatkan jabatan di tempat tersebut melalui Pangeran Mannheim. Sayangnya, ia tak berhasil mendapatkannya.
Batu lainnya yang menghalangi jalan dari Wolfgang ketika ia terlibat perkelahian dengan Colloredo, dan berujung pada pemecatan secara tidak hormat yang ia terima.
Mozart yang Selalu Dibayangi Krisis Ekonomi
Wolfgang yang memiliki kesuksesan yang luar biasa di bidang musik mengantarkannya pada kekayaan yang melimpah.
Sayangnya, jenius satu ini memiliki kebiasaan yang sangat jelek, ia memiliki kehidupan yang sangat mewah. Bahkan ia bisa menghabiskan uangnya secara cuma-cuma hanya untuk kesenangan belaka.
Ketika ketenaran yang ia miliki mulai meredup, ia justru memiliki sejumlah hutang yang harus ia bayarkan.
Akhir Hidup yang Begitu Menyedihkan yang Harus Mozart Terima
Akhir hidup yang harus Wolfgang terima sangat menyedihkan. Ia bisa untuk tidur sebentar hanya untuk mengistirahatkan mata, kemudian kembali mulai mengejar setoran musik agar mendapatkan uang.
Ketika ia seharusnya tidur mengistirahatkan tubuh justru ia memilih untuk minum-minum. Hingga ajal menjemput pun Wolfgang tetap menerima pesanan musik, walaupun pada akhirnya karyanya tidak selesai secara sepenuhnya.
Mozart meninggal akibat kebiasaan buruk yang dianutnya menimbulkan sejumlah penyakit di dalam tubuhnya.
Kesimpulan
Inilah kisah yang dimiliki sang jenius di bidang permusikan. Dari kisah ini kita mendapatkan kesimpulan bahwa bakat seseorang akan terlihat sejak kecil. Jika bakat tersebut diasah dengan benar maka bakat tersebut akan berubah menjadi sebuah kejeniusan.
Hasil karya yang Wolfgang miliki begitu terasa di setiap orang yang mendengarkan musiknya, sepanjang hidupnya ia telah menghasilkan setidaknya 600 karya dalam waktu singkat, mengingat Mozart meninggal di usia 35 tahun.
Inilah kisah yang Wolfgang miliki namun tak di ketahui oleh orang banyak. Bagi kalian yang penasaran dengan kisah tokoh dunia lainnya. Jangan lupa untuk terus kunjungi bicara Indonesia untuk mendapatkan update lebih lanjut.
Sumber :
- Karya seni Mozart berusia 200 tahun ditemukan – BBC News Indonesia
- Wolfgang Amadeus Mozart – Wikipedia
- Wolfgang Amadeus Mozart: Hidupnya Pahit, Musiknya Tidak – Tirto